JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) alami keterpurukan pada kondisi keuangannya selama pandemi Covid-19. Hal ini menuntut berbagai strategi penyelamatan, baik dilakukan oleh pemerintah maupun internal perusahaan sendiri.
Berikut beberapa fakta menarik terkait kondisi Garuda Indonesia yang kian memburuk dan diambang kebangkrutan, dirangkum Okezone, Sabtu (5/6/2021).
1. Bukannya untung, Garuda rugi Rp1,4 triliun tiap bulannya
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat kerugian yang dialami Garuda Indonesia per bulannya mencapai USD100 juta. Nilai itu setara dengan Rp1,429 triliun (Kurs Rp14.400 per dolar AS).
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, dalam sebulan beban biaya operasional sebesar USD150 juta. Sedangkan pendapatan hanya mencapai USD50 juta. Kerugian disebabkan okupansi penumpang yang menurun signifikan selama pandemi Covid-19.
2. Ini alasan utama kerugian Garuda menurut Erick Thohir
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan dari 36 lessor atau perusahaan penyewa pesawat yang menjadi mitra kerja Garuda Indonesia sebagian lainnya mematok harga tinggi. Selain itu, ada lessor yang terlibat kasus dalam kasus korupsi sebelumnya.
Baca Juga: Garuda Indonesia Ditargetkan Bisa Restrukturisasi Utang hingga Rp21,4 Triliun
Akar persoalan berikut adalah rute penerbangan. Erick mencatat, rute penerbangan internasional tidak memberi dampak signifikan bagi pemasukan Garuda. Tercatat, hanya 22 persen saja atau sekitar Rp300 triliun yang dikontribusikan. Sementara, pasar domestik mencapai 78% atau sebesar Rp 1.400 triliun.
3. Erick Thohir ungkap strategi penyelamatan paling realistis
Dalam skema penyelamatan, Kementerian BUMN akan memetakan ke 36 perusahaan penyewa pesawat tersebut, dimana, perusahaan yang tetap digandeng oleh Garuda. Nantinya, pemegang saham dan manajemen melakukan negosiasi ulang dengan lessor yang masih menjadi mitra maskapai penerbangan pelat merah itu.
Selain itu, pemegang saham akan merubah model bisnis Garuda, khususnya, difokuskan pada rute penerbangan domestik. Saat ini Kementerian BUMN tengah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait, terutama dengan Kementerian Perhubungan untuk mensinkronkan bisnis Garuda Indonesia dan sejumlah infrastruktur yang dikelola.
Baca Juga: Dirut Garuda: Sudah Ada Karyawan yang Daftar Pensiun Dini
Dia menilai, langkah tersebut merupakan terobosan paling realistis untuk menyelamatkan industri penerbangan negara. Sebab, Garuda mempekerjakan setidaknya 1.300 pilot dan awak kabin serta 2.300 pegawai.
4. Utang mencapai Rp70 triliun, Garuda harus restrukturisasi
Pemegang saham mencatat, utang Garuda Indonesia sebelumnya sebesar Rp20 triliun saja, namun membengkak menjadi Rp70 triliun karena sejumlah persoalan masa lalu, seperti biaya sewa pesawat yang melebihi standar atau cost wajar hingga perkara efisiensi
Kementerian BUMN pun menargetkan bisa melakukan restrukturisasi utang hingga USD1,5 miliar atau setara Rp21,4 triliun (kurs Rp14.400 per USD).