JAKARTA - Setiap investasi memiliki tingkat risiko tersendiri, termasuk investasi saham. Calon investor harus memahami adanya potensi fluktuasi saham di setiap perdagangan.
Belakangan ini, pasar modal Indonesia diramaikan dengan hadirnya perusahaan teknologi digital dengan valuasi lebih dari USD1 miliar atau unicorn. Namun perlu diingat, ada hal yang harus diperhatikan sebelum investasi saham unicorn. Apalagi, fenomena penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) perusahaan unicorn diprediksi akan berkembang ke depannya.
Baca Juga: Investasi Logistik dan Real Estate Diprediksi Tembus Rp864 Triliun di 2025
Yang pertama, investor saham khususnya investor ritel, harus tetap memperdalam literasi dan edukasi terkait dengan pasar modal sebelum berinvestasi.
“Kita harus berhati-hati sebelum membeli saham unicorn. Kalau sudah memutuskan masuk ke saham IPO, apalagi unicorn, potensinya fluktuasi. Tidak hanya saham unicorn, tapi yang lain juga. Kita harus menyiapkan budget sesuai dengan konsekuensi,” ujar CEO Coffeemeetstock Theo Derick, Kamis (2/9/2021).
Baca Juga: Menko Luhut: Investor Asing Lihat RI Tempat Investasi yang Baik
Menurut Theo, perusahaan unicorn memiliki pendekatan yang berbeda dari perusahaan-perusahaan lain yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ia menambahkan, perusahaan teknologi digital melihat prospek dan pertumbuhan di masa depan.
“Jadi, perusahaan-perusahaan ini terjun IPO dengan visioner yang bener-bener jauh ke depan. Bukan dengan laporan keuangan yang memang sudah jelas ada cash dan profitnya. Sebab, perusahaan teknologi itu rata-rata pasti masih merugi,” ucapnya.
Kedua, sebelum membeli saham perusahaan unicorn, investor ritel tetap bisa melihat prospektus perusahaan di website BEI. Kemudian ketiga, secara taktikal investor ritel bisa melakukan penyesuaian budget sekitar 10-20 persen dari dana investasi untuk belajar dan melihat perkembangan dan mendukung perusahaan teknologi digital di Indonesia.
“Nah, kemudian setelah kita sudah masuk yang 10-20 persen, terus kita lihat performanya setahun. Nanti laporan keuangannya kan sudah kelihatan, kita bisa menilai lagi perusahaan ini ke depannya bagaimana, pengelolaan uang hasil IPO-nya bagaimana, baru kita bisa memutuskan akan menambah dana investasi kita atau tidak,” jelasnya.
Keempat, Theo juga mengingatkan bahwa investasi di perusahaan teknologi pendekatannya melalui prospek masa depan, sehingga investasi di saham unicorn ini merupakan investasi jangka panjang. Kemudian kelima, ia mengatakan bahwa investor ritel dapat melihat perusahaan unicorn melalui ekosistem perusahaannya.
“Kalau teknologi biasanya kita lihat ke industri dan ekosistem. Semakin ready ekosistemnya, maka semakin prospek perusahaan unicorn. Kita tidak bisa hanya melihat laporan keuangan, tapi kita lihat ekosistemnya. Semakin perusahaan ekosistemnya ready dan punya pondasi yang kuat, maka dapat menjadi investasi jangka panjang,” pungkasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)