JAKARTA - Sektor properti kembali bangkit di tengah pandemi. Hal tersebut tercermin dari kinerja keuangan beberapa perusahaan properti yang positif di pertengahan tahun ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sepanjang kuartal II-2021 sektor properti mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,82%. Sementara kontribusi sektor properti terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di periode ini mencapai 7,07%.
Baca Juga: 4 Cara Atasi Tabung Gas Bocor, Ingat Jangan Panik
Penjualan properti masih didominasi oleh penjualan rumah tapak baru yang banyak menjadi incaran para milenial yang ingin memiliki rumah pertamanya. Selain itu, adanya stimulus pajak berupa insentif diskon Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk rumah tapak baru sebesar 100% yang turut mendorong permintaan pembelian rumah di masyarakat menengah.
Pemerintah sendiri sudah menyediakan program rumah subsidi, subsidi uang muka, hingga Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk membantu masyarakat, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) mengakui, bahwa potensi pembiayaan perumahan sangatlah besar, apalagi saat ini kaum milenial sudah mulai berpikir untuk memiliki huniannya sendiri.
Baca Juga: 6 Rumah Termahal di Dunia, Nomor 1 Harganya Rp41,9 Triliun
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna mengungkapkan, kalangan milenial kini menjadi mayoritas segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang memanfaatkan subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Menurutnya, lebih dari 70% segmen MBR yang memanfaatkan FLPP adalah generasi milenial. Sedangkan 11% dimanfaatkan oleh generasi Z.
“Pemanfatan FLPP lebih banyak milenial baik itu diperkotaan maupun di luar kota, yang rumah susun maupun rumah tapak. Jadi memang dominasinya oleh generasi tersebut," ujar Herry, Kamis (30/9/2021).
Herry juga menyatakan, sebaran realisasi KPR bersubsidi dari tahun 2015 hingga 2020 mayoritas ada di Jawa Barat yakni mencapai 445,50 ribu unit. Kemudian disusul oleh Banten dengan 118,82 ribu unit. “Jakarta tidak masuk karena yang disubsidi orientasinya masih lebih ke landed, yang vertikalnya masih belum banyak. Ini tantangan yang harus kita jawab,” ujar Herry.