Harya menilai, pembengkakan biaya proyek yang semula USD6,07 miliar menjadi USD8 miliar atau sekitar Rp114,4 triliun. Kondisi pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir memang menempatkan pemerintah dan konsorsium kereta cepat pada posisi yang sulit.
“Sebagus-bagusnya perencanaan, Covid-19 itu ada di luar rencana yang paling baik sekalipun. Pertanyannya sekarang, proyek ini mau dimangkrakan atau dilanjutkan,” kata Harya.
Harya menegaskan situasi ini tidak hanya dialami Indonesia. Menurutnya, banyak pembangunan infrastruktur di negara lain yang juga terganggu karena pandemi Covid-19.
“Ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain juga mengalami dilema yang sama dan tidak ada satupun yang memilih untuk memangkrakan proyek. Kasus Covid sudah rendah, tapi jangan lupa ada dampaknya,” katanya.
(Feby Novalius)