JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (Aptri) Soemitro Samadikoen mengatakan mematok harga tertinggi (HET) bukan menjadi solusi untuk mengendalikan harga gula yang ada di pasar.
"Ini bukan barang yang dikuasai pemerintah, barang ini diproduksi oleh petani, dibuat oleh petani masa barangnya dikuasai petani harganya dibatasi HET pemerintah," ujar Soemitro dalam Market Review IDX Channel, Selasa (5/4/2022).
Sebab menurutnya mulai dari pupuk dan ongkos yang dikeluarkan oleh para petani terus meningkat.
BACA JUGA:Harga Gula dan Minyak Goreng Naik Jelang Puasa, Pembelian Dibatasi!
"Dalam rangka tujuan pemerintah untuk memberikan harga yang murah untuk konsumen, tapi bukan karena pemerintah yang subsidi, tapi petani tebu ini yang menyangga," katanya.
"Jadi beberapa tahun ini kami mengalami kerugian karena kami menanggung subsidi yang harusnya dikendalikan oleh pemerintah," sambungnya.
Dia menjelaskan kalau pemerintah ingin memberikan harga gula yang murah di pasar, lebih baik mendukung para petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Misalnya pemberian subsidi pupuk, infrastruktur pendukung, penyaluran kredit yang murah dan mudah serta insentif lainnya yang mendukung produktivitas pertanian.
"Kalau kita ingin harga gula murah ini bukan menjadikan HET untuk menekan petani, tapi kita tingkatkan produktivitas tanaman kita," ucapnya.
BACA JUGA:Siap-Siap Harga Gula hingga Daging Sapi Bakal Naik!
Menurut pada tahun 2018 Indonesia tercatat sebagai importir gula terbesar di dunia. Hal tersebut dikarenakan pemerintah hanya berkutat pada patokan harga murah untuk masyarakat. Padahal jika pemerintah memilih meningkatkan produksi, justru Indonesia bisa menjadi eksportir gula.
"Dengan itu harga jual bisa murah tanpa adanya tekanan kepada para petani," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)