JAKARTA – Tiga perusahaan minyak goreng terseret kasus ekspor minyak sawit mentah/CPO. Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka perusahaan minyak yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA; dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT.
Menanggapi hal itu Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menjelaskan, pihak perusahaan sebenarnya mematuhi aturan Domestic Price Obligation (DMO) 20 persen sebagaimana itu menjadi kebijakan dari Kementerian Perdagangan guna memaksimalkan pasokan minyak sawit ke dalam negeri.
"Saat penerapan domestic market obligation (DMO) pada awal Februari 2022, para eksportir itu wajib memasok 20% CPO ke dalam negeri sebelum mendapatkan persetujuan ekspor (PE)," kata Sahat kepada awak media, Rabu (20/4/2022).
"Kawan kami menunggu hingga pukul 04.00 WIB di kantor Kementerian Perdagangan. Mereka nunggu itu Kkarena semua dokumen ekspor harus ada bukti DMO. Masak ini dijadikan bukti kalau mereka mendekati pejabat," sambungnya.
Inilah yang membuat GIMNI kecewa, padahal pihaknya sudah bekerja keras sesuai dengan ketentuan dan permintaan pemerintah demi rakyat. Namun hasilnya justru menjatohkan pihaknya.
Berkaca dari kasus ini, ia meminta Kementerian Perindustrian untuk segera menyelesaikan masalah ini. Karena menurutnya hal ini merugikan para pengusaha minyak sawit.
Bahkan, Sahat pun mengancam Kementerian Perindustrian jika masalah ini tidak dibereskan, pelaku usaha minyak sawit akan berhenti menjalankan program subsidi.
"Sekarang banyak PE disobekin oleh pengusaha, karena sudah tidak ada gunanya. Maka kita itu protes keras dan minta ke Kementerian Perindustrian supaya ini dibereskan. Kalau enggak, kami tidak akan menjalankan program pemerintah ini," ucapnya.
"Di perjelas gitu loh pengusaha melanggar PE tuh di mana? Jadi jangan di tuduh dulu tanpa ada bukti," lanjut Sahat.