Dia pun hanya dibantu tiga pekerja tetap di rumah produksinya, yang menjahit dan membentuk pola-pola sulaman pada mukena dan kerudungnya.
Sedangkan beberapa pekerjanya yang tersisa kini harus bekerja ekstra mengerjakan sulaman mukena tangan, dari rumah masing-masing di tengah banyaknya pesanan yang datang.
Dia beralasan belum menambah pekerja lagi karena membuat produk sulam bukan perkara mudah, memerlukan pelatihan - pelatihan, ketelitian, dan ketekunan, yang tidak sembarangan orang bisa melakukannya.
"(Penambahan pekerja) gak ada, kalau pengurangan iya, karena banyak meninggal kena Covid. Beberapa banyak yang meninggal pas delta itu. Penambahan pekerja masih belum, karena untuk menambah pekerja di tempat kami perlu latihan, perlu harus dilatih dulu dengan jam terbang yang agak lama. Selama pandemi itu kita nggak bisa ngelatih orang, kita nggak ada pelatihan, biasanya ke desa-desa, dengan kondisi sekarang ini justru turun," paparnya.
Kendala lain yang dihadapi Nurul yakni tingginya biaya produksi.
Kenaikan harga kain per meternya mencapai 10 persen menjadikan beban produksi bertambah, beruntung beberapa jenis kain dirinya masih mempunyai stok dari produksi lama saat Covid-19 sedang tinggi - tingginya.