Dikatakan Wahid bahwa hal ini seperti anomali, di satu sisi pemerintah mengeluarkan larangan kebijakan untuk menjaga pasokan bahan baku minyak goreng. Di sisi lain petani harus terkena imbas.
Untuk itu dia meminta pemerintah mencabut kebijakan larangan ekspor yg berdampak terhadap nasib jutaan petani sawit.
Pemerintah juga diminta memaksimalkan pengawasan terhadap mekanisme Domistik Market Obligation (DMO) atau Domestik Price Obligation (DPO),
BACA JUGA:Harga CPO Melesat, Nusantara Sawit Sejahtera Siap IPO
"Harus cabut larangan ekspor, pemerintah cukup maksimalkan pengawasan pelaksanaan kebijakan mekanisme DM atau DPO, perusahaan harus penuhi bahan baku dalam negri dengan harga khusus," tegasnya.
Dia menegaskan, pengawasan terhadap pasokan dan peredaran minyak goreng harus ketat, perilaku korupsi harus ditindak tegas.
"Harusnya diawasi secara ketat pasokan dan peredaran minyak goreng. Pejabat yang bermain mata dengan pengusaha nakal harus ditindak tegas," tambahnya..
Sementara itu petani sawit Pekanbaru bernama Raja Adil mengatakan sangat kelimpungan atas anjloknya harga.
"Sekarang harga sawit Rp1.400. Dulu Rp3.800 per kilogram. Sementara harga pupuk masih tinggi. Ini sangat menyengsarakan," ucapnya.
Adapun petani di Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau Supri mengaku kesulitan menjual buah sawit.
"PKS (Pabrik Kelapa Sawit) sekarang sewenang wenang menentukan harga. Alasannya penuh. Kita petani sangat dirugikan," cetusnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)