Serta, dia membeberkan soal penyebab lain masih rendahnya harga TBS adalah sampai 27 Mei 2022, tender minyak sawit mentah (crude plam oil/CPO) di Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) masih dalam status tidak saling sepakat atau biasa disebut WD.
Padahal, harga sudah diturunkan menjadi Rp13.000 per kg, tetapi ditawar menjadi Rp11.000 per kg.
Untuk KPBN sendiri merupakan kiblat dari semua penetapan harga petani sawit di dinas perkebunan
“Akibatnya semua WD. Kenapa WD, karena mereka tidak bisa menggunakan harga internasional. Kenapa gak bisa? Karena mereka belum ekspor,” terangnya.
Sampai saat ini pabrik kelapa sawit (PKS) belum mau membeli TBS dengan harga normal.
Hal ini membuat para PKS tersebut akan mendapatkan keuntungan yang besar dari penderitaan yang dirasakan oleh petani sawit saat ini.
“Begitu nanti ekspor berjalan, maka para PKS akan untung berlipat ganda. Kenapa? Karena mereka masih membeli harga TBS murah di saat larangan ekspor sudah dicabut. Bedakan ya, larangan ekspor sudah dicabut dengan ekspor sudah berjalan. Karena mereka masih membeli murah harga TBS petani, begitu nanti ekspor berjalan maka mereka akan untung berlipat ganda," cetusnya.
Kemudian, dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI pada Senin (23/5/2022) Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memprediksi dampak pelarangan ekspor CPO dan turunannya masih akan berpengaruh terhadap harga TBS petani dalam beberapa waktu ke depan.
Pihaknya pun terus berupaya memperbaiki agar harga TBS bisa kembali normal.
“Sesuai dengan tupoksi Kementan yang menitikberatkan pada sisi hulu, yaitu pada sisi budaya kelapa sawit yang melibatkan jutaan petani, maka fokus Kementan adalah bagaimana melindungi petani sawit kita dari dampak kebijakan tersebut utamanya terhadap harga jual TBS petani,” kata Mentan.
Dia menambahkan telah melakukan berbagai antisipasi untuk melindungi penurunan harga TBS yakni di antaranya dengan melakukan pertemuan, koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait, seperti pemerintah daerah setempat dan asosiasi pengusaha dan petani sawit.
Bahkan, Kementan juga mendorong pabrik kelapa sawit untuk menerapkan Permentan Nomor 1 Tahun 2018 khusus untuk penerapan domestic market obligation (DMO) minyak goreng sesuai dengan kebutuhan perbaikan tata kelola TBS dan lainnya
“Percepatan program peremajaan sawit tetap kita lakukan untuk meningkatkan produksi CPO, pemberdayaan petani yang bermitra dengan PKS, koordinasi, monitoring dan verifikasi produksi hilir CPO,” ungkapnya.
Sebagai informasi, Kementan juga mengklaim melakukan pemantauan pergerakan harga TBS secara periodik. Hal ini dilakukan untuk mengikuti perkembangan harga TBS sekaligus melihat gap antara harga TBS yang disepakati sesuai dengan Permentan Nomor 1 Tahun 2018 dengan harga riil yang dibeli oleh PKS.
“Dengan melakukan pemantauan harga TBS, Kementan dapat mengambil berbagai kebijakan lanjutan untuk melindungi petani. Selain itu, Kementan mendorong Gubernur untuk berperan serta membantu petani kelapa sawit dalam upaya mengantisipasi dan menangani penurunan TBS,” tuturnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)