JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, korupsi terjadi di berbagai sektor salah satunya sektor komoditas. Korupsi di sektor ini disebabkan oleh tidak jelasnya proyeksi produksi dan kebutuhan suatu komoditas di Indonesia.
Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia mencatat tahun 2021 sebesar 38%, yang artinya Indonesia masih belum bersih dari korupsi.
"Kenapa selama ini bangsa kita masih memiliki potensi korupsi di sektor komoditas karena memang semuanya gelap, kalang kabut, semrawut," ujar Ghufron dalam Talkshow Sektor Komoditas, Senin (30/5/2022).
Karena ketidakjelasan ini, para petani, nelayan dan pelaku usaha lain tidak tahu harus mengembangkan komoditas yang dibutuhkan. Yang terjadi, Indonesia kekurangan stok suatu komoditas atau bahkan melakukan impor padahal komoditas tersebut melimpah pasokannya.
Banyaknya impor dan ekspor yang dilakukan tanpa proyeksi yang tepat membuka celah bagi oknum untuk melakukan suap dan korupsi demi kepentingan pribadi dan kelompok.
"Catatan KPK tahun 2013, ada suap impor daging. Tahun 2016 kembali di sektor gula. Terakhir di 2017 untuk mengubah regulasi peternakan dan kesehatan hewan, perubahan UU yang diajukan di MK mengakibatkan suap. Itu semua karena belum ada kejelasan kebutuhan dan produksi di sektor komoditas," jelasnya.
Oleh karena itu, Ghufron menekankan pentingnya neraca komoditas untuk membantu impor dan ekspor Indonesia lebih tepat baik dari sisi jumlah dan jangka waktunya. Selain berguna untuk mengamankan pasokan suatu komoditas bagi masyarakat, neraca komoditas juga membantu negara untuk memungut pajak untuk pembangunan.
"Harapannya dengan neraca komoditas ini nggak ada nembak suap untuk dapat rekomendasi ekspor impor dan ini melindungi penyelenggara negara juga agar tidak terhantui godaan dan bisikan untuk disuap," tandasnya.
(Taufik Fajar)