JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melaporkan,porsi lahan perusahaan sawit skala besar sudah melebihi kapasitas sehingga memicu adanya potensi kartel di industri hilir.
Ketua KPPU Ukay Karyadi mengatakan porsi lahan yang terlalu besar itu mendorong para perusahaan sawit tersebut bisa mengkatrol harga minyak goreng kemasan seperti yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini.
Oleh sebab itu, KPPU menyarankan pemerintah untuk membatasi pemberian izin hak guna usaha (HGU) lahan sawit kepada sejumlah perusahaan skala besar.
"Mau sampai kapan pun, struktur industri minyak goreng nggak bakal berubah jika hulunya tidak dibenahi. Kartel bisa dimulai dari hulunya, itu kenapa perlu ditata lagi industrinya," kata Ukay dalam forum jurnalis dikutip Kamis (2/6/2022).
BACA JUGA:Selidiki Dugaan Kartel Migor, Ini Daftar Produsen Minyak Goreng yang Dipanggil KPPU
Direktur Kebijakan Persaingan KPPU Marcellina Nuring pun membeberkan, terdapat lima perusahaan kelapa sawit skala besar yang memiliki luasan lahan terbesar di Indonesia pada 2019.
Bahkan, luasan lahan mereka melebihi izin usaha perkebunan kelapa sawit dari Kementerian Pertanian.
"Batas maksimal itu 100 ribu hektare per perusahaan atau grup perusahaan. Jika perusahaan melebihi batas, maka hal ini berpotensi membawa permasalahan persaingan usaha terkait penguasaan lahan dan kontrol di sisi hilir produk. Selain itu, ketimpangan semakin tinggi," jelas Marcellina.
Lebih lanjut Nuring meloporkan bahwa berdasarkan data BPS dan Kementerian Pertanian tahun 2019, jumlah perkebunan rakyat mencapai 99,92% dari total pelaku usaha perkebunan sawit, namun hanya menguasai 41,35% lahan.
Sedangkan, jumlah perusahaan perkebunan swasta hanya 0,07% dari total pelaku usaha perkebunan sawit tetapi menguasai lahan seluas 54,42%.
Lalu, jumlah perusahaan perkebunan negara hanya 0,01% dari total pelaku usaha perkebunan sawit dan menguasai lahan sebesar 4,23%
Oleh sebab itu, Nuring menyatakan, pengaturan pembatasan penguasaan lahan berupa HGU/IUP dalam kelompok usaha penting dilakukan.
Sebab, tanpa pembatasan akan terjadi ketimpangan perbedaan akses terhadap sumber daya alam (SDA) antara pihak yang kuat berhadapan dengan yang lemah posisi tawarnya.
“Perlu pembatasan pemberian hak guna usaha atau IUP kepada kelompok badan usaha karena penguasaan aset lahan dapat mengakibatkan peningkatan konsentrasi di struktur pasar hulu dan hilirnya,” ucap Nuring.
(Zuhirna Wulan Dilla)