Inflasi Tertinggi Sejak 2017, BI Enggan Naikkan Suku Bunga

Anggie Ariesta, Jurnalis
Jum'at 01 Juli 2022 18:20 WIB
Ilustrasi inflasi (Foto: Freepik)
Share :

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyampaikan kalau tidak terburu-buru untuk menaikkan suku bunga, bahkan ketika harga konsumen bulan Juni naik pada laju tercepat dalam lima tahun.

Inflasi ini nyatanya melampaui perkiraan dan menembus kisaran targetnya di tengah lonjakan harga pangan.

Menurut jajak pendapat Reuters, tingkat inflasi tahunan Juni meningkat menjadi 4,35%, tertinggi sejak Juni 2017 dan di atas perkiraan 4,17%.

Padahal angka bulan lalu adalah 3,55%.

 BACA JUGA:Bank Indonesia Waspadai Tekanan Inflasi Akibat Harga Energi dan Pangan Global

Sedangkan kisaran target BI adalah 2% hingga 4%.

Namun, tingkat inflasi inti tahunan, yang menghapus harga yang dikendalikan pemerintah dan bergejolak, berada di bawah ekspektasi pasar yakni 2,63% di bulan Juni.

Jajak pendapat telah memperkirakan tingkat 2,72%, sedangkan tingkat Mei adalah 2,58%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kumpulan data menunjukkan inflasi inti yang rendah dan inflasi yang rendah dari harga yang dikendalikan pemerintah, karena subsidi besar yang menjaga beberapa harga energi tidak berubah.

"Inflasi inti relatif rendah, sehingga memberikan ruang fleksibilitas bagi kita untuk tidak terburu-buru menaikkan suku bunga," katanya dalam sidang parlemen, Jumat (1/7/2022).

Perry sekali lagi mengulangi janji untuk mempertahankan suku bunga pada rekor rendah sampai BI melihat tanda-tanda adanya tekanan harga.

Pihaknya juga menegaskan bakal lebih fokus pada tingkat inflasi inti, daripada angka utama.

Hal ini untuk menentukan kecepatan normalisasi kebijakan pasca-pandemi.

Data menunjukkan kenaikan inflasi terutama didorong oleh kenaikan harga cabai, bawang merah, telur, dan tarif angkutan.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono menyebut tingginya harga gandum, gula, dan kedelai dunia sejauh ini berdampak terbatas pada inflasi domestik.

"Sementara pembuat tepung dan mie telah melihat kenaikan biaya, mereka belum meneruskannya ke konsumen," bebernya.

Sedangkan Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menyatakan setiap perubahan dalam sikap kebijakan BI kemungkinan akan lebih didorong oleh pergerakan mata uang rupiah, yang telah berada di bawah tekanan sejak Juni karena arus keluar modal terkait dengan pengetatan moneter Federal Reserve AS.

"Komentar menjelang pertemuan Juli akan diteliti untuk tanda-tanda perubahan sikap sehubungan dengan menyempitnya perbedaan suku bunga US-ID dan mata uang di bawah tekanan," pungkasnya.

(Zuhirna Wulan Dilla)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya