Pada awalnya kapal FSO akan digunakan untuk mendukung program konversi dari BBM ke gas, namun dalam perjalanannya kapal FSO Ardjuna Sakti tidak dapat digunakan sebagai FSO, mengingat untuk perbaikan memerlukan biaya yang besar.
Sejak pertama kali diserahkan kapal Ardjuna Sakti bersandar di Pelabuhan PT KBS Cilegon, Banten.
Namun, biaya penambatan kapal FSO tersebut telah membebani APBN dan selama proses persetujuan penjualan oleh DPR, Kementerian ESDM tetap memiliki kewajiban untuk membayar biaya sandar setiap tahunnya.
Hal itu karena biaya yang telah dibayar selama periode 2009 sampai 2020 berdasarkan hasil audit dan review BPKP itu mencapai sebesar Rp76 miliar, sedangkan tagihan biaya sandar yang belum dibayarkan periode 2021-2022 sebanyak Rp6,9 miliar.
Biaya sandar kapal FSO Ardjuna Sakti tersebut telah menjadi temuan audit BPK pada Laporan Keuangan Tahun 2019.
Untuk nilai perolehan kapal FSO ini dalam pembukuan BMN bernilai Rp491 miliar, namun saat ini nilai bukunya sudah Rp0, sehingga proses persetujuan penghapusan harus melalui DPR.
Berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 2014 Jo. PP Nomor 28 Tahun 2020, pemindahatangan BMN selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai Rp100 miliar dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapatkan persetujuan DPR.
Adapun Wakil Ketua Komisi VII DPR Donny Maryadi Oekon dalam laporannya pada rapat paripurna DPR menegaskan pihaknya telah menindaklanjuti surat Menteri ESDM tertanggal 2 Juni 2022 perihal permohonan persetujuan penjualan BMN berupa kapal Ardjuna Sakti sebagai kelanjutan surat presiden pada 9 Mei 2016 perihal persetujuan penjualan BMN pada Kementerian ESDM.
"Rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM memutuskan, menyetujui penjualan BMN berupa kapal FSO Ardjuna Sakti," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)