JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa tantangan gejolak ekonomi dunia sungguh sangat nyata dan dia pribadi dapat lihat dan rasakan pada proses pembahasan RAPBN 2023 ini.
Sejak Pemerintah dan DPR membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal pada pada bulan April hingga pengambilan keputusan hari ini, dia menyaksikan seluruh indikator ekonomi yang menjadi dasar penyusunan RAPBN 2023 bergerak sangat dinamis dan bahkan cenderung bergejolak dengan volatilitas tinggi.
"Selama satu bulan terakhir, beberapa indikator bergerak sangat cepat. Harga minyak dunia dan CPO mengalami penurunan, sementara mata uang beberapa negara mengalami volatilitas yang luar biasa. Selama tahun 2022, nilai tukar mata uang berbagai negara terhadap Dolar Amerika mengalami koreksi yang sangat tajam. Yen Jepang telah mengalami depresiasi 25,8%, Renminbi China mengalami depresiasi 12,9%, dan Lira Turki mengalami depresiasi 38,6%," ujar Sri dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Demikian juga yang terjadi dengan negara-negara tetangga Indonesia, Ringgit Malaysia terdepresiasi 10,7%, Baht Thailand terdepresiasi 14,1%, dan Peso Filipina terdepresiasi 15,7%. Dalam periode yang sama nilai tukar rupiah juga mengalami depresiasi sebesar 6,1%.
"Kita juga menyaksikan bahwa inflasi di negara-negara maju yang sebelumnya selalu single digit atau mendekati 0% dalam 40 tahun terakhir, sekarang melonjak mencapai double digit. Bahkan inflasi di Turki mencapai 80,2% dan di Argentina mencapai 78,5%. Inflasi yang sangat tinggi ini telah mendorong respons kebijakan moneter terutama di Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Eropa lainnya, dengan sangat agresif menaikkan suku bunga yang menyebabkan gejolak di sektor keuangan dan arus modal keluar (capital outflow) dari negara-negara emerging hingga mencapai USD9,9 miliar atau setara Rp148,1 triliun ytd sampai dengan 22 September 2022," papar Sri.