Pemerintah sendiri tetap akan mendahulukan kebutuhan pasokan EBT di dalam negeri meski kebijakan ekspor EBT sendiri tidak dilarang oleh regulasi tetapi ada syaratnya yaitu kebutuhan tenaga listrik di dalam negeri sudah terpenuhi dengan baik.
Selain itu, tidak boleh ada subsidi listrik yang akan diekspor ke luar negeri. Tidak kalah penting juga, ekspor yang dilakukan tidak mengganggu mutu dan keandalan penyediaan kebutuhan listrik hijau di dalam negeri.
"Secara regulasi bahwa ekspor itu memang diperbolehkan, jadi ekspor itu boleh secara regulasi turunan dari Undang-Undang Ketenagalistrikan," katanya.
Sementara, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, besarnya potensi EBT memungkinkan Indonesia untuk melakukan ekspor listrik. "Karena tidak ada constraint sumber dayanya, kalau energi fosil itu kan ada constraint sumber daya alamnya, karena terbatas," katanya.
Menurutnya, pengembangan EBT di Indonesia bisa ikut memenuhi target net zero emission pada 2050-2060. "Kita butuh kira-kira 1.600 gigawatt dan itu hanya butuh kira-kira 4% dari total lahan di Indonesia," tukasnya.
(Dani Jumadil Akhir)