Isu PHK Massal Disebut Akal-akalan Pengusaha untuk Tekan UMP 2023

Agung Bakti Sarasa, Jurnalis
Rabu 09 November 2022 13:43 WIB
Isu PHK Disebut sebagai Akal-akalan Pengusaha untuk Tekan UMP. (Foto: Okezone.com/Freepik)
Share :

BANDUNG - Serikat pekerja menilai munculnya isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal sebagai akal-akalan pengusaha untuk menekan kenaikan upah buruh 2023 mendatang.

Seperti diketahui, belakangan ini marak isu PHK massal, tak terkecuali di Jawa Barat. Kalangan pengusaha mengklaim bahwa PHK massal tak dapat dihindari karena kondisi dunia usaha sedang tidak baik-baik saja.

Ketua Umum DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar, Roy Jinto Ferianto mengungkapkan, PHK massal yang belakangan marak disuarakan berpotensi menjadi desakan bagi pemerintah untuk tidak menaikkan upah buruh pada 2023 mendatang.

Baca Juga: Di Bawah Buruh, Pengusaha Nilai Kenaikan UMP 2023 Sebesar 9%

"Ini sengaja memang terus disuarakan (pengusaha) dan disampaikan ke media karena menjelang penetapan upah minimum tahun 2023. UMP akan ditetapkan 21 November dan UMK ditetapkan 30 November 2022," ungkap Roy, Rabu (9/11/2022).

Bahkan, kata Roy, akal-akalan pengusaha tersebut selalu terulang dalam beberapa tahun ke belakang. Karenanya, pihaknya yakin isu PHK massal dan banyaknya perusahaan yang tutup merupakan cara pengusaha menekan pemerintah agar tidak menaikkan upah buruh.

Baca Juga: Tuntutan Kenaikan UMP 13% di 2023, Pengusaha Teriak

"Pemberitaan ini bukan hanya terjadi baru-baru ini, tapi setiap tahun menjelang penetapan upah minimum, selalu ada pemberitaan yang mengatakan akan terjadi PHK dan lainnya," bebernya.

Lebih lanjut Roy mengatakan bahwa isu PHK massal dan penutupan pabrik memang sengaja diembuskan kalangan pengusaha untuk mendapatkan simpati pemerintah sekaligus mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam penetapan upah buruh.

"Ini selalu dibuat seperti agar menekan psikologis dan menekan pemerintah agar tidak menaikkan umpah minimum," ujarnya.

Roy menduga, data PHK massal puluhan ribu buruh di Jabar, termasuk penutupan perusahaan merupakan akumulasi data tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, karyawan kontrak yang dikeluarkan juga dimasukkan dalam data tersebut.

"Di industri tekstil, garment itu banyak karyawan kontrak. Jangan-jangan yang habis kontrak mereka hitung PHK juga, makanya ini perlu diverifikasi dan validasi," tegasnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya