Pada akhir November 2022, posisi utang pemerintah tercatat senilai Rp7.554,2 triliun atau rasio utangnya 38,65 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Nominal utang pemerintah hingga akhir November naik Rp57,5 triliun dari posisi Oktober 2022 atau dalam kurun waktu satu bulan saja.
"Sedangkan berdasarkan data Kemenkeu utang bertambah lebih dari Rp500 triliun dari posisi awal tahun ini (YTD)," lanjutnya.
Memang kondisi utang masih aman tetapi memiliki risiko yang terus bertambah dari sebelumnya.
Tadinya rasio utang cuma 37%, sekarang terus bertambah dan mendekati 40%, berarti raio utang makin bertambah risikonya.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah perlu mewaspadai apabila laju kenaikan utang melebihi pertumbuhan ekonomi.
Terlebih, terdapat prospek perlambatan ekonomi pada tahun depan, baik secara global maupun di dalam negeri.
Sehingga pemerintah harus berhati-hati jangan sampai penambahan utang kian ngebut walaupun dengan alasan pembangunan infrastruktur.
Tingginya suku bunga menimbulkan risiko tambahan pembayaran bunga oleh negara.
Hal tersebut bisa berbahaya apabila terjadi perlambatan ekonomi, karena belanja untuk pembayaran utang menjadi meningkat ketika penerimaan terganggu.
Memang saat ini komposisi SBN lebih dominan surat utang berdenominasi rupiah, tetapi beban dari 15% SBN valas akan meningkat ketika rupiah terdepresiasi.
Kemudian juga adanya resiko tingkat kematangan utang (maturity) dari utang yang segera jatuh tempo.
Pembayaran bunga dan pokok utang dalam kondisi saat ini dapat menjadi beban.
Adapun demikian, untuk perdagangan besok, Rabu (28/12/2022) mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif di Rp15.650 - Rp15.720.
(Zuhirna Wulan Dilla)