Dia menyebut, pertama, Indonesia bisa mengikuti jejak India dan China dengan memproduksi obat generik. Kedua, Indonesia bisa juga mengikuti jejak Amerika Serikat dan Swiss menjadi pusat pengembangan riset dan teknologi.
“Sejauh ini Indonesia belum memiliki posisi yang jelas mengenai hal ini,” jelas Ronald.
Kata dia, jika Indonesia memilih opsi pertama, maka strategi yang perlu disiapkan adalah identifikasi obat paten yang akan segera habis masa berlakunya.
Di sisi lain, dia juga menyoroti kapasitas riset dan pengembangan industri farmasi di Indonesia. Menurutnya, pemerintah bisa meningkatkan kapasitas ini melalui peningkatan anggaran riset dan pengembangan.
"Saat ini anggaran riset dan pengembangan Indonesia merupakan yang terkecil di G-20, yakni 0,2% dari GDP," pungkas Ronald.
(Zuhirna Wulan Dilla)