JAKARTA - Bukan hanya soal harta, tapi jabatan para pejebat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga jadi sorotan. Hal ini lantaran ada 39 pejabat Sri Mulyani yang ternyata merangkap jabatan sebagai Komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai rangkap jabatan membuat negara secara akumulatif harus membayar para pejabat ini hingga Rp180 miliar per tahun.
Anggota Tim Advokasi dan Kampanye Sekretariat Nasional Fitra Gulfino Guevarrato, menilai tidak ada urgensi menempatkan pejabat pemerintah sebagai komisaris di BUMN. Pasalnya jika alasan sebagai bentuk pengawasan, bisa dilakukan dengan pendekatan lain.
Rangkap jabatan, justru dapat menimbulkan konflik kepentingan pada pejabat Kemenkeu yang berperan krusial mengelola anggaran negara.
“Kami justru melihatnya bahwa pendistribusian ASN ke komisaris BUMN itu sebagai bagi-bagi jabatan , bagi-bagi kue. Pengawasan itu alasan yang dibuat-buat saja, gimmick saja karena kinerja BUMN tetap compang-camping,” kata Gulfino, dikutip dari BBC Indonesia, Kamis (9/3/2023).
Menurut Fitra, dari 243 jabatan komisaris yang mereka teliti, terdapat 95 aparatur negara yang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN maupun anak-anak perusahaannya.
Dari 95 orang itu, sebanyak 39 di antara mereka adalah pejabat Kementerian Keuangan dari eselon I dan II. Beberapa di antaranya yakni, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Heru Pambudi adalah dua di antara pejabat pemerintah yang merangkap sebagai komisaris BUMN.
Menurut Gulfino, rangkap jabatan berarti mereka juga “rangkap penghasilan”.
Fitra mensimulasikan akumulasi jumlah penghasilan atau remunerasi yang didapatkan oleh 11 pejabat Kemenkeu tersebut mencapai setidaknya Rp180 miliar per tahun.
Angka itu didapat dari perhitungan remunerasi yang berasal dari honorarium, tunjangan, asuransi, serta tantiem yang nilainya sangat timpang dengan gaji dan tunjangan sebagai ASN.
Jabatan komisaris PLN misalnya, bisa mendapatkan remunerasi rata-rata sebesar Rp2,1 miliar per bulan. Jabatan sebagai komisaris Pertamina bisa mendapatkan renumerasi sebesar Rp2,8 miliar, komisaris Telkom sebesar Rp1,8 miliar, komisaris PT SMI sebesar Rp2,8 miliar, komisaris BNI sebesar Rp1 miliar, dan komisaris Bank Mandiri sebesar Rp1,7 miliar per bulan.
“Itu tidak sebanding dengan gaji dan tunjangan kinerja yang didapatkan di Kementerian Keuangan,” kata Gulfino.
Data menunjukkan bahwa gaji dan tunjangan yang diterima misalnya Wakil Menteri Keuangan sebesar Rp121 juta, Direktur Jenderal Pajak Rp123 juta, dan direktur lainnya sebesar Rp90 juta.
“Kami khawatir di sini, karena nilai (remunerasi)-nya jauh lebih besar, aparatur negara yang memiliki tugas penting justru lebih fokus ke BUMN-nya, bukan pada tugas mengelola keuangan negara,” jelas Gulfino.
Senada dengannya, Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika meminta pemerintah segera menindaklanjuti kasus-kasus rangkap jabatan. Dirinya menyebut hal ini “maladministrasi” demi menjaga kepercayaan publik.
Apalagi, sejumlah pejabat Kementerian Keuangan kini tengah disorot publik karena memamerkan gaya hidup mewah.
Temuan Ombudsman yang dirilis pada 2020 menunjukkan bahwa hingga tahun 2019, terdapat 397 komisaris di BUMN dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN yang diisi oleh pejabat rangkap jabatan.
(Feby Novalius)