JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada 11 perusahaan asuransi bermasalah yang dalam pengawasan khusus. Hal ini dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan asuransi yang masuk dalam kategori tidak normal.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, perusahaan asuransi bermasalah terdiri atas enam perusahaan asuransi jiwa, tiga perusahaan asuransi umum, satu reasuransi dan satu perusahaan asuransi dalam likuidasi.
“Kami tidak bisa menyebut satu per satu namanya, tapi kami kasih cluenya,” kata Ogi dalam ‘Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Maret 2023’, Senin (3/4/2023).
Sebelumnya, pada 2022 lalu OJK menyatakan bahwa terdapat 13 perusahaan asuransi bermasalah yang sedang dalam pengawasan khusus. Namun, dua perusahaan tersebut sudah kembali dalam pengawasan normal dan dikembalikan dalam pengawas asuransi dalam keadaan normal.
Perihal kinerja, OJK mencatat, akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama periode Februari 2023 tercatat mencapai Rp54,11 triliun, atau tumbuh sebesar 9,88% secara tahunan. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh premi asuransi umum dan reasuransi yang tumbuh sebesar 27,56% secara tahunan dan mencapai Rp23,79 triliun.
Di sisi lain, premi asuransi jiwa per Februari 2023 premi terkontraksi tipis sebesar 0,90% secara tahunan, dengan nilai sebesar Rp30,33 triliun. Adapun, nilai outstanding piutang pembiayaan di Februari 2023 tercatat sebesar Rp428,42 triliun atau tumbuh 15,28% secara tahunan.
Premi Industri Asuransi Tembus Rp54,11 Triliun
Sementara itu, akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama periode Februari 2023 tercatat mencapai Rp54,11 triliun, atau tumbuh sebesar 9,88% secara tahunan. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh premi asuransi umum dan reasuransi yang tumbuh sebesar 27,56% secara tahunan dan mencapai Rp23,79 triliun.
Di sisi lain, premi asuransi jiwa per Februari 2023 premi terkontraksi tipis sebesar 0,90% secara tahunan, dengan nilai sebesar Rp30,33 triliun. Adapun, nilai outstanding piutang pembiayaan di Februari 2023 tercatat sebesar Rp428,42 triliun atau tumbuh 15,28% secara tahunan.
“Kenaikan ini utamanya didorong oleh pembiayaan modal kerja dan investasi, yang masing-masing tumbuh sebesar 32,76% secara tahunan dan 19,93% secara tahunan,” kata Ogi Prastomiyono.
Adapun profil risiko perusahaan pembiayaan juga masih terjaga, dengan rasio non performing financing (NPF) per Februari 2023 tercatat turun menjadi sebesar 2,36%. Sedangkan, sektor dana pensiun tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 4,60%, dengan nilai aset mencapai Rp347,89 triliun.
Pada sektor FinTech peer to peer (P2P) lending mencatatkan pertumbuhan outstanding pembiayaan sebesar 44,62% secara tahunan mencapai Rp50,09 triliun. Sementara itu, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) tercatat turun menjadi 2,69%.
Di samping itu, tingkat pinjaman dibandingkan dengan modal sendiri atau gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat stabil 2,07 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali. Lalu, permodalan di sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) juga terjaga, dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum dan reasuransi mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 478,21% dan 320,81%.
“Secara agregat, kata Ogi, RBC industri asuransi masih berada di atas threshold sebesar 120%. Namun OJK senantiasa tetap memantau RBC masing-masing perusahaan asuransi,” tutup Ogi.
(Feby Novalius)