RI Buka Pasar Ekspor Baru ke Timur Tengah, Afrika dan Asia Selatan

Advenia Elisabeth, Jurnalis
Rabu 14 Juni 2023 15:32 WIB
Ekspor Indonesia. (Foto: Reuters)
Share :

JAKARTA - Otoritas Uni Eropa telah resmi mengeluarkan kebijakan Undang-Undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EU Deforestation Regulation (EUDR).

Hal itu akan berdampak pada sulitnya akses pasar ke Uni Eropa untuk beberapa komoditas asli Indonesia.

 BACA JUGA:

Kebijakan tersebut mengatur spesifikasi beberapa komoditas yang bakal sulit untuk berjualan di pasar Eropa.

Hal itu karena dinilai memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap pembabatan hutan.

 BACA JUGA:

Komoditas tersebut seperti CPO, kopi, kakau, karet, furniture, dan sapi.

Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Farid Amir mengatakan saat ini pihak tengah mengupayakan pembukaan pasar baru sebagai antisipasi apabila produk komoditas non migas tersebut sulit masuk pasar Eropa.

"Terkait dengan rencana penerapan EUDR. Kita juga selalu mencari pasar baru, kita jangan berfokus pada pasar Uni Eropa, sehingga kita iuga mendorong ekspor ke Negara pasar di Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan," ujar Farid Amir dalam Diskusi Majalah Sawit Indonesia, Promosi Sawit Sehat Dan Lomba Kreasi Makanan UKMK Serta Masyarakat, Rabu (14/6/2023).

Di samping itu, Farid juga memaparkan beberapa strategi pemerintah untuk menyelesaikan hambatan ekspor CPO dan produk turunannya ketika diterapkannya kebijakan EUDR.

Seperti melakukan diplomasi secara Government to Government (G to G) di World Trade Organization (WTO) dan negara mitra dagang.

"Dapat kami infokan, sebelumnya pak Menteri Perdagangan telah melakukan protes kepada Uni Eropa, dan kami mendapat tembusan beberapa duta besar negara produsen seperti sawit, kopi, dan lain, untuk protes langsung akibat penerapan hal tersebut (EUDR)," sambungnya.

 

Selain itu menurutnya pemerintah juga akan menjalin diplomasi secara Government to Business (G2B) dengan pelaku usaha dan asosiasi di Indonesia serta pelaku usaha dan asosiasi di Negara tujuan ekspor.

"Artinya kita lakukan diplomasi ke mitra dagang kita untuk dapat mendorong pemerintah mereka memperlembut kebijakan mereka, sekarang ini sedang berjalan," kata Farid

"Kemudian yang penting Kedepan ketika adanya penerapan EUDR adalah, andaikan ini bergulir dan kita tidak bisa mengekspor ke Uni Eropa, kita harus siap, dan nanti ada asistensi kepada pelaku usaha, sehingga compliance dengan kebijakan tersebut," lanjutnya.

Di satu sisi, Farid menilai seiring dengan adanya kebijakan pembatasan jualan itu, populasi dunia yang terus bersama sebetulnya menjadi peluang bagi industri kelapa sawit.

Bahkan pada tahun 2050 mendatang populasi dunia diramalkan tembus 10 miliar orang, sejalan dengan itu, kebutuhan minyak nabati juga mengalami peningkatan yang signifikan.

"Seiring dengan prediksi pertumbuhan populasi dunia, atau mencapai 10 miliar jiwa pada tahun 2050, permintaan minyak nabati diprediksikan meningkat 2 kali lipat dari 165 juta ton pada tahun 2013 lalu, menjadi kedepan 307 juta ton pada tahun 2050," pungkasnya.

(Zuhirna Wulan Dilla)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya