JAKARTA - PT Pertamina (Persero) buka suara soal isu penurunan omzet bisnis yang dikeluhkan pengusaha Pertashop.
Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, fluktuatifnya harga BBM non subsidi menjadi salah satu faktor turunnya konsumsi atau penjualan melalui Pertashop.
"Saat ini kami coba kembangkan Pertashop untuk memperluas bisnis non fuelnya sehingga pendapatan pengusaha tidak terpaku pada penjualan BBM saja," jelas Irto kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (11/7/2023).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Paguyuban Pengusaha Pertashop Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta (Jateng-DIY) Gunardi Broto Sudarmo mengeluhkan soal kerugian yang disebabkan mulai dari disparitas harga hingga maraknya Pertamini yang ada saat ini.
Dijelaskan Gunadi, kerugian soal disparitas itu karena adanya oleh konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan melonjaknya harga minyak mentah dunia. Hal itulah yang kemudian berdampak pada disparitas harga antara BBM jenis Pertamax dan Pertalite.
"Akhirnya terjadilah disparutas harga antara Pertamax dan Pertalite karena di Pertashop itu hanha menjual produk Pertamax dan juga Dexlite," ujarnya.
Gunadi menuturkan, dengan adanya disparitas harga itu maka omzet pengusaha Pertashop di Jawa Tengah dan DIY ia sebut mengalami penurunan drastis hingga 90%. Bahkan, ia menyebutkan ada 201 dari 448 Pertashop di Jateng dan DIY yang merugi.
"Pertashop yang tutup juga merasa terancam untuk disita asetnya karena tidak sanggup untuk angsuran bulanan ke bank yang bersangkutan," imbuhnya.
Lebih lanjut Gunadi menilai, dengan adanya disparitas harga inililah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak lain.
"Di sini kami menyoroti penjualan Pertalite di pengecer atau Pertamini," tegasnya.
Gunadi mengungkapkan, adanya Pertamini atau pengecer itu selain mengganggu bisnis Pertashop di desa-desa juga bisa mendapatkan margin yang lebih besar karena adanya diparitas harga yang bgitu tinggi.
"Berapa margin dari Pengecer? bisa 2.000-2.500 per liter. Jadi pengecer tidak punya kewajiban seperti layaknya lembaga penyalur yang legal seperti Pertashop, sedangkan Pertashop yang legal marginnya cuman Rp850/liter. Dapat untung lebih kecil tapi semua kewajiban resmi seperti pajak dan pungutan legal lain tetap jadi kewajiban kami," paparnya.
"Itulah salah satu yang memanfaatkan disparitas harga, adanya pengepul yang supply, yang dropping Pertalite ke Pengecer. Sungguh ironis memang, Pertamini atau Pengecer dengan percaya diri, dengan tegaknya berdiri di depan Pertashop. Sakit memang Bapak, Ibu dan kebetulan foto itu di Pertashop saya," lanjutnya.
Oleh karena itu, Gunadi meminta agar Revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM dapat segera disahkan guna memantau penyaluran Pertalite di tingkat Pengecer atau Pertamini. Sebab menurutnya hingga kini belum ada ketentuan mengenai pertalite ini secara lebih detail seperti solar.
"Di Biosolar, sudah pasti di sana konsumennya siapa aja sudah tertata, tapi utk pertalite belum. Masih banyak yang sebenernya tidak menggunakan pertalite seperti plat merah, BUMN, BUMD, TNI/Polri, tapi tenyata masih menggunakan BBM jenis Pertalite," tukasnya.
(Feby Novalius)