JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebesar 62% rekening fintech atau pinjaman online dimiliki oleh nasabah dengan rentan usia 19-32 tahun. Termasuk didalamnya Generasi Z yang memiliki rentang usia 19-25 tahun.
Menurut Founder dan Perencana Keuangan Oneshildt sekaligus CEO PT Cerdas Keuangan Indonesia, M Andoko kemudahan memperoleh pembiayaan yang ditawarkan oleh penyedia jasa utang online menjadi salah satu penyebab maraknya Gen Z yang terjerat utang online.
"Paylater diberikan terhadap beberapa e-commerce dan ada di dompet digital, untuk menggunakan paylater ada kemudahan, mereka juga kerap memberikan promosi buat Gen Z karena dia dekat dengan teknologi, maunya yang mudah juga akhirnya mencoba," ujar Andoko saat dihubungi MNC Portal, Rabu (23/8/2023).
Dia menjelaskan utang tersebut sebetul bukan tanpa kosekuensi. Sebab ketika Gen Z itu berhutang lewat platform online, maka praktis ada data yang ditarik oleh penyedia jasa tersebut.
Ketika seseorang gagal untuk melunasi utangnya, maka praktis orang tersebut akan sulit untuk mengajukan utang ke lembaga keuangan formal karena sudah terdeteksi oleh BI Checking.
"Sehingga ketika suatu hari mereka menikah kemudian mereka mau punya rumah dan ajukan KPR, ada yang nyangkut, mereka tidak bisa ajukan pinjaman KPR," kata Andoko.
Oleh sebab itu menurutnya sangat penting untuk mempelajari teknik-teknik mengelola keuangan terutama bagi para Gen Z yang masih punya perjalanan hidup cukup panjang.
Andoko menuturkan tidak sulit untuk belajar soal pengelolaan keuangan. Saat ini bahkan sudah cukup banyak konten kreator di media sosial yang memberikan banyak pengetahuan soal pengelolaan keuangan yang baik.
Sebab kadar cukup atau kurang dalam konteks uang bukan diukur dari seberapa besar pendapatan yang diterima oleh seseorang. Tapi bagaimana mengatur cashflow atau uang keluar dan masuk ke kantong.
"Jadi bukan seberapa banyak gaji yang kita peroleh, tapi bagaimana kita mengelola uang tersebut, karena ada orang yang gajinya Rp20 juta Rp25 juta tapi kekurangan, jadi bukan masalah gaji, tapi bagaimana mereka mengelola keuangan tadi," kata Andoko.
Andoko juga memberikan sedikit rumus-rumus yang dapat diterapkan oleh para first jober yang baru punya penghasilan. Agar uang yang masuk dan keluar bisa lebih terkontrol.
Andoko menganalogikan, apabila first jobber punya pendapatan katakanlah Rp5 juta perbulan. Maka 10% dari jumlah tersebut sudah harus otomatis terpotong dan diamankan terlebih dahulu diawal.
Artinya ada sekitar Rp500 ribu yang harus terlebih dahulu disimpan, fungsinya untuk tabungan dan 10% pertama ini sifatnya dibekukan atau tidak dapat diambil kapanpun. Bagus untuk tabungan jangka panjang.
Kemudian 10% selanjutnya disisihkan untuk belajar alias pengembangan diri. Dana tersebut bisa digunakan untuk kebutuhan kursus, agar kompetensi dan skill selama bekerja juga bisa ditingkatkan.
Selanjutnya 10% lagi bisa digunakan untuk keluarga, maupun pasangan. Sehingga orang tua atau pasangan juga bisa merasakan hasil kerja anaknya.
Selain itu 10% lagi digunakan untuk berbagi maupun memberikan sedekah kepada yang lebih membutuhkan. Kemudian 10% lagi digunakan untuk asuransi, apabila tidak ter proteksi dari kantor, dan 10% terakhir bisa digunakan untuk berlibur.
"Sisanya konsumsi, silahkan. Ujungnya kan tetap masih besar dikonsumsi," pungkas Andoko.
(Taufik Fajar)