JAKARTA – Rapat Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Komisi VII DPR RI memanas karena isu impor nikel. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi VII Sugeng Suparwoto itu sempat memanas lantaran dipicu persoalan nikel serta permasalahan birokrasi yang ada di Kementerian ESDM.
Awalnya, salah satu Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir mengaku dirinya mendapatkan informasi soal impor nikel beberapa yang dirasanya janggal lantaran Indonesia merupakan penghasil nikel terbesar nomor 1 di dunia.
"Disampaikan di mana-mana bahwa penghasil nikel terbesar ini nomor 1 di dunia itu Indonesia. Hari ini kita mengimpor. Saya ingin interaktif, kendalanya seperti apa untuk birokrasi? Dalam perhatian sodara Menteri, kenapa sampai terjadi kita mengimpor nikel? Padahal konsesi kita cukup besar," tegasnya.
Nasir pun kemudian menyoroti kementerian yang malah mengeluarkan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) perusahaan-perusahaan yang menurutnya tidak kredibel. Sebaliknya, lanjut Nasir, perusahaan yang memiliki kualitas dan kemampuan justru dipersulit oleh birokrasi.
"Malah saya dapat masukan bahwa perusahaan-perusahaan yang tidak kredibel malah RKAB nya dikeluarkan. Pengusaha-pengusaha yang punya kualitas dan kemampuan sampai hari ini dipersulit birokrasinya Pak Menteri," jelasnya.
Menanggapi hal itu, Arifin pun mengungkapkan bahwa berdasarkan penelusurannya dari pemberitaan soal impor nikel ini, ternyata perusahaan yang melakukan impor nikel tersebut merupakan perusahaan yang selama ini mengambil bahan baku dari Blok Mandiodo yang bermasalah.
"Jadi karena mereka harus berproses dan terkait dengan kontrak dengan offtaker di downstream-nya karena memang secara keseluruhan karena tidak boleh ekspor ore nikel ini, semua produsen tambang sudah terikat dengan offtaker smelter yang sedang berjalan," terangnya.