6 Fakta Backlog Rumah hingga Usul KPR Khusus Milenial

Hafizhuddin , Jurnalis
Senin 04 September 2023 06:22 WIB
Fakta Backlog Rumah (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA Backlog rumah tercatat naik 2 kali lipat dari selepas masa pemerintahan Soeharto. Masyarakat yang kesulitan memiliki rumah, menggerakkan pemerintah mulai mengusulkan untuk memberikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) khusus milenial.

Backlog rumah Indonesia kini jumlahnya dua kali lipat lebih banyak dari awal abad 21 selepas masa pemerintahannya Presiden Soeharto yang kala itu berada di angka 5,3 juta unit. Padahal jika mengutip pidatonya Wakil Presiden ke-1 Republik Indonesia, M. Hatta di Kongres Perumahan pada 1950. Warga Indonesia sudah harus merdeka dari sisi perumahan 50 tahun setelahnya.

“Itu artinya pada tahun 2000, angka backlog 0. Tapi kenyataannya, hingga saat ini backlog malah naik dua kali lipat dari 5,3 juta unit menjadi 12,7 juta unit,” ucap pengamat properti, Panangian Simanungkalit di Jakarta, Rabu lalu, 30 Agustus 2023.

Sebagai catatan, setidaknya terdapat 2 perspektif pada penggunaan istilah backlog rumah. Dikutip dari Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu pada 2015, Dalam perspektif Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), backlog rumah itu adalah yang terhadap kepada rumah yang tidak layak huni, sedangkan dalam perspektif Badan Pusat Statistik (BPS), backlog rumah itu adalah atas rumah milik.

Artinya BPS menganggap orang (rumah tangga) yang tinggal di rumah yang layak huni tapi menyewa, masih terhitung ke dalam backlog perumahan. Sedangkan Kementerian PUPR beranggapan bahwa rumah tangga yang belum memiliki rumah pribadi dan menyewa sebuah rumah sebagai tempat tinggal, sepanjang sudah tinggal di hunian yang layak, maka tidak terhitung sebagai angka backlog perumahan.

Atas dasar hal itu, boleh jadi data yang akan Anda lihat ke depannya soal backlog rumah memiliki perbedaan yang sangat signifikan antara yang satu dengan lainnya. Sementara pada bahasan di bawah ini Okezone menggunakan data backlog rumah yang berasal dari Kementerian PUPR.

Dirangkum oleh Okezone Senin (4/9/2023), berikut fakta backlog rumah hingga usul KPR khusus Milenial:

1. Alasan Backlog Rumah Tak Kunjung Turun

Kementerian PUPR mencatat jumlah backlog perumahan di Indonesia masih sebesar 12,7 juta. Backlog rumah ini terus merangkak naik setiap tahunnya, bahkan sudah terdapat kecenderungan meningkat 600 ribu-800 ribu rumah tangga per tahun.

Sementara jika melihat dari upaya pemerintah sendiri, mereka sebenarnya sudah menjalankan banyak program pemacu pertumbuhan kepemilikan rumah maupun perbaikan menuju rumah layak huni. Di antaranya, Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang menangani rumah tidak layak huni, KPR bersubsidi; Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB) & Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), program baru pada 25 Agustus Hari Perumahan Nasional (Hapernas) ‘Sekarang Gampang Punya Rumah’, Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), Pembiayaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan banyak lainnya.

Lantas mengapa sebenarnya backlog masih terus meningkat? Dilansir dari berbagai sumber, meningkatnya angka backlog tidak disebabkan oleh kurangnya sumber pendanaan yang tersedia. Namun, salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pasokan karena biaya konstruksi yang meningkat. Terlebih lagi, banyak pengembang yang lebih memilih sumber pendanaan internal, dan sebagian besar proyek perumahan yang mereka tawarkan tidak ditujukan untuk segmen subsidi perumahan bagi masyarakat.

2. Persoalan BP Tapera Terhadap Kenaikan Angka Backlog Rumah

Panangian selama mengamati bidang properti di Indonesia, mengungkap bahwa pembentukan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) belum sejalan sebagaimana misi yang telah diberikan oleh Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan sebelumnya terkait perumahan. Hal itu dia katakan banyak dipengaruhi oleh tidak terjalinnya sinergi yang cukup antar anggota pelaksana instansinya.

“BP Tapera merekrut orang-orang yang berlainan dari PUPR dan Kementerian Keuangan sehingga tidak ada konsolidasi dalam hal visi dan misi. Akibatnya, gerak BP Tapera tidak akan sesuai harapan pemerintah untuk mempercepat penurunan backlog,” ujar Panangian.

Menurutnya, sudah seharusnya BP Tapera menempatkan dana pada lembaga keuangan yang sejalan, seraya terus mengawal misi tersebut hingga tuntas. Jangan terdistraksi dengan pikiran untuk mencari keuntungan.

“Penempatan dana APBN itu kan bukan dengan lembaga keuangan yang fokus di perumahan. Seharusnya ga bolehlah mikirin cuan. Apapun latar belakangnya, harus ada visi yang sama untuk mempercepat penurunan backlog,” jelas Panangian.

BP Tapera telah efektif bekerja sejak 2019 dengan dipimpin satu komisioner beserta empat deputi. Namun sejauh ini, lembaga yang berada langsung di bawah Presiden tersebut hanya mampu menyalurkan 120 ribu unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), di mana mayoritas merupakan ASN dan pegawai BUMN.

3. Mayoritas Backlog Rumah Berasal dari Kota

Angka 12,7 juta backlog perumahan mayoritasnya berasal dari perkotaan. Hal tersebut dinyatakan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna

Tepatnya Herry berkata persentase warga yang tinggal di perkotaan dan belum memiliki hunian terhadap kumulatif backlog nasional adalah sebesar 79% atau sekitar 10 juta rumah tangga.

Sementara, bagi yang sudah memiliki rumah namun teridentifikasi sebagai belum layak huni. Terdapat sekitar 45% dari 23,6 juta total rumah tangga belum layak huni nasional, yang berasal dari perkotaan.

"Selain itu, terdapat sekitar 10,63 juta rumah di bawah standar di daerah perkotaan, yang merupakan 45% dari total rumah nasional," ujar Herry TZ dalam sambutannya pada acara International Learning Workshop: Neighborhood Densification di Jakarta, Selasa 29 Agustus 2023 yang lalu.

4. Tantangan Atasi Backlog Rumah di Perkotaan

Sebagai salah satu Dirjen PUPR, Herry memaparkan beberapa isu yang dihadapi Pemerintah dalam menyediakan perumahan di perkotaan ada kaitannya dengan masalah pembiayaan dan tingginya harga tanah di perkotaan. Mengingat minat masyarakat di kota untuk kepemilikan hunian di kota adalah rumah tapak, sedangkan tanah yang tersedia cukup terbatas karena penambahan populasi di kota. Sementara program KPR bersubsidi seperti FLPP dan SSB penyalurannya masih tergolong rendah.

"Pengembang di perkotaan menghadapi tantangan dalam menyediakan rumah tapak karena tingginya harga tanah, meskipun konsumen lebih menyukai rumah tapak," sambungnya.

Sampai saat ini pihaknya dikatakan akan terus mendorong masyarakat untuk memiliki hunian lewat program sejuta rumah setiap tahunnya yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

5. Landasan di Balik Usulan KPR Khusus Milenial

Tingkat suku bunga KPR saat ini berkisar antara 8% hingga 9%. Angka itu dinilai masih cukup tinggi terutama bagi milenial yang kebanyakan masih di tahap merintis karir.

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono akhirnya mengusulkan perbankan untuk memberikan KPR yang dikhususkan bagi milenial. Terlebih jika menimbang terus bertambahnya populasi yang digadang-gadang akan menjadi bonus demografi. Jumlah penduduk Indonesia yang membutuhkan rumah baru ke depannya jelas akan semakin banyak.

Oleh karenanya, Basuki berharap perbankan khususnya Himpunan Bank Negara (Himbara) bisa memberikan bunga yang lebih rendah lagi agar generasi milenial bisa semakin mudah memenuhi kebutuhan tempat tinggalnya.

"Milenial itu tidak akan mampu punya rumah, mungkin masalahnya ada di bunga. Bunga bank Himbara itu kan masih tinggi bunganya, mungkin kita harus menghadap ke Kementerian Keuangan, Menteri BUMN, khususnya untuk milenial untuk bisa punya rumah," ujar Basuki usai acara Malam Puncak Hari Perumahan Nasional (Hapernas) 2023 di Kementerian PUPR, Jumat kemarin, 1 Agustus 2023.

6. Angka KPR Khusus Milenial Usulan Pak Bas

Basuki beranggapan bahwa bunga yang ideal dan tidak terlalu membebani masyarakat milenial untuk memiliki hunian lewat KPR setidaknya berada di angka 5%.

Sehingga harapannya adalah bank-bank negara yang menyediakan kredit perumahan ini bisa lebih lagi membantu Pemerintah dalam upayanya menekan angka backlog perumahan.

"Kalau untuk milenial (bunga KPR) 8-9% mungkin masih tinggi, mungkin bisa 5%. Kalau Bank BTN masih 8-9%, kami harapkan bisa ditekan lagi," kata Basuki.

Terkait hal itu, Herry yang juga sedang mendampingi Basuki menyampaikan bahwa saat ini usulan bunga rendah untuk KPR itu masih dalam tahap pengajuan ke Kementerian Keuangan dan sedang dalam diskusi intensif dengan Kementerian BUMN.

"Kalau skema yang optimal sudah (dibicarakan ke Kemenkeu), tapi untuk menekan ini (bunga), kita harus mencarikan resources," pungkasnya.

(Zuhirna Wulan Dilla)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya