JAKARTA - Pemerintah menjadikan APBN sebagai jaminan atas utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira pun menyoroti lahirnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
BACA JUGA:
Bhima menilai kebijakan ini merupakan sebuah langkah inkosistensi dari Pemerintah.
Sebab proyek yang awalnya dikerjakan dengan skema Business to Business, seolah berubah menjadi Goverment to Bussines karena APBN dilibatkan.
BACA JUGA:
"Jadi tidak ada pembahasan bahwa negara akan dilibatkan, karena ini adalah konsorsium BUMN dengan perusahan di China, tetapi seiring perjalanan waktu, ada cost overun, adanya sekali tambahan biaya, dan ternyata membangun KCJB ongkosnya sangat mahal," ujar Bhima dalam Market Review IDX Channel, Rabu (20/9/2023).
Bhima menilai penjaminan APBN untuk proyek KCJB ini juga merupakan bentuk antisipasi apabila ekspektasi jumlah penumpang tidak sesuai dengan perencanaan awal.
Sebab di tengah biaya konstruksi yang membengkak itu, PT KCIC juga harus mengeluarkan biaya operasional karena proyek tersebut kini sudah rampung dan siap dikomersilkan untuk masyarakat umum.
BACA JUGA:
"Kalau melihat saat ini makin berat saya rasa, cost overrun ini kan dihitung dari konstruksi yang membengkak, ada kenaikan suku bunga. Tapi ada faktor baru, pada saat kereta beroperasi komersil, itu nanti ada biaya maintenence, ada biaya yang keluar karena operasional, ini kita belum bicara (biayanya)," lanjutnya.
Sehingga disamping harus membayar biaya konstruksi yang membengkak itu, maka Negara akan memberikan penjaminan atas biaya operasional hingga maintenence atau pemeliharaan ketika dioperasikan.
"Begitu ada berbagi kondisi dimana kereta api misalnya dinilai tidak sanggup lagi membayar pinjaman dan tidak sanggup lagi membiayai operasional KJCB, maka disitu akan masuk dalam balanced APBN," kata Bhima.
Sebab menurutnya, APBN sebetulnya tidak perlu menjadi jaminan apabila pada saat perencanaan, proyek sudah diukur detail mulaj proyeksi penumpang, biaya operasional, biaya maintenence, hingga profit yang akan dihasilkan dari sebuah proyek.
"Kalau proyek KCJB ini profit, tiket juga bisa diserap, sehingga ekspektasi penumpang bisa terpenuhi, tidak perlu adanya penjaminan, kenapa ada jaminan karena mungkin ada kondisi keuangan ke depan yang berisiko," tukas Bhima.
(Zuhirna Wulan Dilla)