Di tahun 2021 total transaksinya makin bergerak ke angka Rp401 triliun dan diproyeksikan akan sampai Rp689 triliun pada 2024.
Nailul mengatakan harga yang lebih murah di toko online menjadi faktor kedua selain kenyamanan mengapa orang-orang beralih ke e-commerce.
Soal ini diakui Lanto, seorang guru SMP di Palu. Sekitar akhir Agustus lalu, dia bersama rekan sesama guru datang ke Pasar Tanah Abang di Jakarta untuk berbelanja.
Satu tas besar yang dijinjingnya sudah terisi setengah.
Dia mengaku tak banyak belanja hari itu. Sebagian besar barang yang dibeli titipan dari temannya di Palu.
Sebab katanya, harga barang yang diincar di Tanah Abang jauh lebih mahal ketimbang di toko online.
"Harganya beda jauh. Macam sepatu di sini harganya Rp375.000, saya buka aplikasi toko online barang yang sama harganya Rp220.000," katanya
"Saya tidak jadi beli, mending beli di toko online," tambahnya
Lanto bercerita lebih sering belanja di e-commerce seperti Lazada dan Shopee. Sudah harganya miring, gratis ongkos kirim, tidak makan waktu keliling toko, dan barang langsung diantar ke depan rumah.
Kemudahan dan kenyamanan seperti ini, sambungnya, tak didapat di toko konvensional.
"Dan untungnya sampai sekarang tidak pernah kecewa beli di [toko] online. Tidak terlalu jauh ekspektasinya," katanya.
Yanti, warga Kota Bekasi, Jawa Barat, bahkan mengaku sering kalap belanja di toko online.
Dia menunjukkan barang-barang yang dipesan di TikTok Shop: ada kerudung, baju, dan tas.
"Enak aja main checkout (pesan barang) gitu. Kadang sehari bisa dua kali checkout, habisnya simpel dan murah," katanya sambil tersenyum.
"Senang aja kalau terima paket," pungkasnya.
(Taufik Fajar)