JAKARTA - Pemerintah menunjukkan keseriusannya untuk mempercepat suntik mati atau mempensiunkan PLTU batu bara. Hal ini setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan aturan baru bahwa pembiayaan suntik mati PLTU berasal dari APBN.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa memberikan beberapa catatan kepada Pemerintah sebelum mempensiunkan PLTU.
Menurutnya, mempensiunkan PLTU merupakan langkah penting yang harus segera dilakukan untuk mencapai cita-cita net zero emissions pada 2060. Sebab ketergantungan pasokan listrik dari bahan bakar fosil itu akan sulit tergantikan oleh energi baru terbarukan karena memiliki harga yang lebih murah.
"Ini sangat perlu sampai 2030, karena kalau tidak ada penurunan kapasitas PLTU sukar kiranya meningkatkan bauran energi terbarukan yang tinggi," ujar Fabby dalam Market Review IDXChannel, Jumat (20/10/2023).
Namun demikian, Fabby menjelaskan memberikan beberapa catatan kepada Pemerintah sebelum melakukan pensiun dini terhadap PLTU. Paling utama adalah harus bisa memastikan bahwa pasokan listrik ke masyarakat tidak mengalami gangguan.
"Saya kira untuk mengakhiri PLTU banyak faktor yang perlu diperhatikan, pertama keandalan pasokan listrik tidak terganggu," kata Fabby.
Selain itu, Pemerintah juga harus bisa memastikan berapa angka penurunan emisi yang dapat ditekan jika memberhentikan PLTU dengan beralih menggunakan energi baru terbarukan. "Dia harus mampu terbukti signifikan dalam penurunan efek rumah kaca dan mengurangi dampak Lingkungan lain," kata Fabby.
Selanjutnya Pemerintah juga tepat untuk memilah dan milih PLTU yang cocok untuk dipensiunkan dini. Lebih cocok menurutnya adalah PLTU yang punya usia lebih tua, sebab biasanya punya harga yang lebih murah untuk dipensiunkan jika dibandingkan dengan usia muda.
"Kalau ditanya jenis PLTU saya kira harus perhatikan supaya biaya tidak malah, paling tidak PLTU yang usainya 20 tahun, kalau semakin muda makin mahal," ujarnya.
Kriteria lain bagi PLTU yang cocok dipensiunkan dini dengan mengukur paling banyak menyumbangkan polusi dan PLTU yang berada di wilayah over capacity.
"Kemudian teknologi yang masih sub kritikal, karena ini intensitas energinya tinggi sangat polutif, sehingga itu harus didahulukan, kemudian yang berada di lokasi yang mengalaminya over capacity jangan dilakukan di daerah yang daya listrik terbatas," tukasnya.
(Dani Jumadil Akhir)