Besar kecilnya pengaruh rokok terhadap inflasi di suatu daerah dipengaruhi di antaranya oleh tingkat konsumsi rokok penduduk di daerah. Tingkat konsumsi ini yang lantas membedakan bobot tingkat konsumsi rokok pada penghitungan inflasi di tiap daerah.
Sehingga, Amalia mengungkapkan, dampak kenaikan rokok terhadap inflasi di masing-masing daerah memang dapat berbeda-beda, tergantung perbedaan bobot pada setiap wilayah.
Ia juga menjelaskan, dampak kenaikan cukai rokok terhadap inflasi baru bisa diketahui setelah kebijakan tersebut diimplementasikan dan BPS mengumpulkan data perubahan harga di tingkat konsumen.
“Secara historis transmisi kenaikan harga rokok sebagai akibat kenaikan cukai terhadap inflasi terjadi secara gradual," terang Amalia.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachjudi membenarkan bahwa kenaikan cukai rokok yang tinggi pada 2023 dapat memicu inflasi.
“Itulah sebabnya kami mengusulkan agar kenaikan cukai rokok tidak terlalu tinggi,” katanya.
Menurutnya, kondisi industri yang masih belum pulih membuat kenaikan cukai menjadi tidak efektif sebagai instrumen penerimaan negara. Kenaikan cukai yang tinggi justru menekan kinerja industri yang tadinya perlahan sedang membaik.
Sebagai informasi, kenaikan CHT pada tahun 2023 ditetapkan sebesar rata-rata 10%. Kini, pemerintah telah kembali berencana menaikkan cukai rokok dengan besaran yang sama untuk tahun 2024, berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun Atau Klobot, dan Tembakau Iris.
(Taufik Fajar)