JAKARTA - Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra menempuh upaya hukum terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) Dwi Yulianta.
Melalui kuasa hukum Dwi, yaitu Tommy Tampatty menyebut kebijakan Irfan yang menghentikan pemotongan iuran keanggotaan Sekarga dari gaji karyawan Garuda Indonesia sebagai tindakan pidana atau melanggar hukum.
Dirangkum Okezone, Senin (25/12/2023) Beberapa hukum yang terjadi kepada Dirut Garuda Vs Ketua Sekarga Saling Tuntut.
1. Pencemaran nama baik orang
Adanya pencemaran nama baik orang nomor satu di emiten bersandi saham GIAA yang dilakukan oleh Dwi dan Tommy. Atas dasar itu Irfan pun melaporkan Dwi dan Tommy secara perdata berupa uang ganti rugi.
2. Tuntutan berupa Hukum Pidana dan Perdata
Tuntutan bos Garuda dibenarkan oleh kuasa hukumnya, Petrus Selestinus. Pihaknya pun menempuh langkah hukum baik pidana dan perdata, lantaran tindakan Sekarga dinilai merugikan perusahaan dan nama baik Irfan.
“Karena itu kami sedang mempersiapkan langkah hukum baik secara pidana maupun secara perdata,” ungkap Petrus saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan.
3. Dilaporkan ke Polda Metro Jaya
Secara pidana, Dwi Yulianta dan Tommy Tampatty dilaporkan ke kepada Polda Metro Jaya pada 22 Desember 2023. Delik aduan laporan itu berupa pencemaran nama baik mengenai laporan tindak pidana kejahatan atas pemberhentian bantuan pemotongan iuran keanggotaan serikat dari gaji karyawan yang disampaikan ke publik pada 20 Desember 2023.
“Secara pidana karena kami anggap ini sebagai suatu tindakan yang merugikan nama baik Dirut Garuda dan juga perusahaan tentu saja, maka kita dilaporkan secara pidana ke pihak kepolisian, sedangkan secara perdata kita akan mengajukan gugatan ganti rugi,” tuturnya.
4. Jadi Pilihan
Langkah hukum tersebut menjadi pilihan yang dirasa perlu ditempuh mengingat dampak dari penyebarluasan informasi.
5. Kepercayaan Publik
Selain itu, mencemari nama perusahaan yang saat ini terus diupayakan dalam menjaga kepercayaan publik sangat meresahkan.
(Taufik Fajar)