Menurut Esther, para petani tidak bisa menyimpan uang hasil panen dikarenakan jumlah yang diterima tidak lebih banyak. Sebab disamping untuk memenuhi biaya hidup, mereka juga harus melunaskan utangnya kepada kreditur, baik yang dipinjam kepada kepada tetangganya, maupun tanggungan dari KUR yang dicairkan sebelumnya.
"Petani yang bisa sustain yang punya penghasilan lain, misalnya dari tukang ojek, kemudian dari pegawai, jadi dia dapat memenuhi kebutuhan sehari hari dari ojek, nanti ketika panen dia bisa saving, dia bisa hidup. Tapi kalau hanya petani, itu menurut pengamatan saya tu tidak punya saving karena bayar hutang," sambungnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan akan ada lonjakan produksi beras pada Bulan Februari dan Maret 2024 mendatang. Lonjakan tersebut bahkan mencapai angka tinggi, yakni sebesar 6,10 juta ton GKG (gabah kering giling) yang terjadi pada Bulan Maret berikutnya.
Plt Kepala BPS, Amalia Widyasanti mengatakan bahwa berdasarkan konversi beras yang ditetapkan BPS pada tahun 2018 lalu, maka produksi beras nasional pada bulan Januari-Maret 2024 secara berturut-turut adalah 1,01 juta ton atau naik ke 1,54 juta ton, dan melonjak ke 3,90 juta ton.
"Dari estimasi tersebut Indonesia akan mengalami surplus pada bulan maret mendatang dan akan terlihat peningkatan produksi di bulan Februari," jelasnya.
(Feby Novalius)