JAKARTA - Pemerintah segera mendatangkan beras impor sebanyak 600 ribu ton hingga Maret 2024. Namun pada waktu yang sama mulai memasuki juga musim panen tahap I di tahun ini.
General Manager Unit Bisnis Bulog Sentra Niaga Topan Ruspayandi mengatakan, pihaknya telah mendapatkan restu pemerintah untuk mendatangkan beras impor tersebut. 600 ribu ton ini terdiri dari 100 ribu ton sisa kuota impor pada akhir Desember 2023 yang belum terealisasi, sedangkan 500 ribu ton lagi merupakan izin impor baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan sudah mendapatkan kontrak impor.
"Untuk izin (impor) di tahun 2024, kita kemarin baru saja 2 minggu yang lalu, kita mengundang puluhan eksportir dari negara produsen beras, kita sudah berkontrak 500 ribu ton, dan itu kita targetnya akhir Maret sudah masuk semua, jadi 100 ribu ton sisa 2023 dan 500 ribu ton baru kontrak," ujar Topan dalam FGD (Forum Group Discussion) di Jakarta, Jumat (9/2/2024).
Menurutnya, kebijakan importasi ini dalam rangka menjaga cadangan pangan pemerintah agar mampu menjaga stabilitas harga pangan di pasar. Sebab isu perubahan iklim ini menurutnya bakal mengoreksi produksi beras di Indonesia sendiri.
"Sambil berjalan kita juga tengah memenuhi lelang lagi ijin impor di 2024. Tahun ini kita menghadapi tantangan yang luar biasa besar untuk produksi padi, dan pangan yang lain," sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menjelaskan teori supply and demand menjadi tokoh utama dalam membentuk harga suatu barang di pasar. Sehingga ketika beras impor masuk dan pada yang sama panen tiba, maka supply otomatis akan melimpah dan membentuk harga jual yang murah.
"Kenapa petani tetap miskin, karena dia hanya punya pendapatan saat panen, kehidupan sehari hari dari ngutang, dia terjebak dalam depth interlock. Jadi dia tidak punya penghasilan sehari hari-hari dia ngutang dari warung, ketika panen dia memberikan hasil panen kepada tengkulak, gimana mau kaya," kata Esther.
Menurut Esther, para petani tidak bisa menyimpan uang hasil panen dikarenakan jumlah yang diterima tidak lebih banyak. Sebab disamping untuk memenuhi biaya hidup, mereka juga harus melunaskan utangnya kepada kreditur, baik yang dipinjam kepada kepada tetangganya, maupun tanggungan dari KUR yang dicairkan sebelumnya.
"Petani yang bisa sustain yang punya penghasilan lain, misalnya dari tukang ojek, kemudian dari pegawai, jadi dia dapat memenuhi kebutuhan sehari hari dari ojek, nanti ketika panen dia bisa saving, dia bisa hidup. Tapi kalau hanya petani, itu menurut pengamatan saya tu tidak punya saving karena bayar hutang," sambungnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan akan ada lonjakan produksi beras pada Bulan Februari dan Maret 2024 mendatang. Lonjakan tersebut bahkan mencapai angka tinggi, yakni sebesar 6,10 juta ton GKG (gabah kering giling) yang terjadi pada Bulan Maret berikutnya.
Plt Kepala BPS, Amalia Widyasanti mengatakan bahwa berdasarkan konversi beras yang ditetapkan BPS pada tahun 2018 lalu, maka produksi beras nasional pada bulan Januari-Maret 2024 secara berturut-turut adalah 1,01 juta ton atau naik ke 1,54 juta ton, dan melonjak ke 3,90 juta ton.
"Dari estimasi tersebut Indonesia akan mengalami surplus pada bulan maret mendatang dan akan terlihat peningkatan produksi di bulan Februari," jelasnya.
(Feby Novalius)