JAKARTA - Apa saja yang dilakukan mafia tanah? Ini jawabannya yang menarik untuk diulas. Terlebih banyaknya kasus mafia tanah meresahkan masyarakat.
Beberapa penasaran mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh mafia tanah. Salah satunya mengenai perampasan tanah dari pemilik tanah itu sendiri.
Lantas apa saja yang dilakukan mafia tanah? Ini jawabannya yakni sering melakukan pemalsuan dokumen, pendudukan ilegal, mencari legalitas di pengadilan.
Lalu, rekayasa perkara, kolusi, kejahatan korporasi, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, jual beli tanah yang dilakukan seolah-olah secara formal. Serta, hilangnya warkah tanah. Mafia tanah harus diberantas.
Selain itu, pakar Agraria/Pertanahan memberi informasi dan saran kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hadi Tjahjanto mengenai tanah-tanah apa saja yang rawan menjadi sasaran mafia-mafia tanah.
“Jadi saran saya kepada bapak saya juga ya, Pak menteri Pak Hadi ini ya. Jadi pertama itu barangkali karena yang paling krusial dalam masalah tanah ini adalah tanah kosong,” kata Pakar Agraria/Pertanahan B.F. Sihombing dalam Polemik MNC Trijaya FM yang bertajuk 'Mafia Tanah Bikin Gerah pada tahun 2022.
Sihombing menyarankan agar khusus tanah kosong ini sebaiknya hak-haknya itu diberikan hak-hak yang bersifat sementara.
Kemudian, Sihombing melanjutkan, sasaran mafia-mafia tanah ini adalah rumah-rumah tua yang tak bertuan, rumah milik orang-orang jompo, dan juga rumah milik anak yatim piatu dan lainnya.
“Jadi sasaran mafia tanah ini sebenarnya itu tanah kosong, rumah-rumah tua yang tidak bertuan lagi, orang-orang jompo dan juga anak-anak yatim piatu,” ungkapnya.
Sihombing melihat, ada masalah dalam Pendaftaran Tanah Sistematik Legkap (PTSL), sehingga dirinya menyarankan agar Menteri ATR untuk meninjau kembali PTSL itu. Menurutnya, PTSL itu sebenarnya perpanjangan Prona Tahun 81.
Sihombing menjelaskan, di sinilah masuk mafia-mafia tanah ini, ketika ada tanah kosong mafia tanah ini masuk membuat surat. Sesuai dengan Peraturan pemerintah (PP) No. 24 Tahun 1997 itu ada surat pernyataan berjaring “Apabila menguasai tanah selama 20 tahun maka bisa memohon hak atau sertifikat," tukasnya.
(Rina Anggraeni)