JAKARTA - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengungkapkan adanya tren baru di industri makanan dan minuman. Di mana konsumen sekarang lebih banyak mencari produk makanan ataupun minum dengan kualitas terbaik atau special.
Menurut Agus, istilah specialty merujuk pada produk dengan kualitas terbaik, yang mana dapat diukur berdasarkan parameter tertentu seperti aroma dan rasa, dan tentunya diproses dengan standar dan ketentuan khusus. Standar kualitas yang tinggi memunculkan siklus produk premium, yang di dalamnya melibatkan berbagai pihak mulai dari petani selaku penyedia bahan baku, distributor, roaster, barista, dan end-customer.
"Saat ini terjadi peningkatan tren menuju fase di mana konsumen akan lebih fokus pada konsep produk berkualitas tinggi (premium) yang diproses secara berkelanjutan (sustainable) dengan teknologi terkini," ujarnya, Senin (5/8/2024).
Menurutnya, specialty menjadikan potensi produk premium sangat luas, didukung dengan keberagaman hayati yang dimiliki Indonesia. Sebagai contoh, pada pameran Specialty Coffee Expo (SCE) tahun 2024 di Amerika Serikat, sebanyak 12 pelaku industri kopi specialty Indonesia ikut mempromosikan produk kepada mitra potensial dari berbagai produk kepada mitra potensial dari berbagai negara, dengan potensi transaksi sebesar USD27,1 juta.
Selain kopi, komoditas lain seperti teh, buah, dan kakao memiliki peluang yang besar untuk menjadi produk specialty. Saat ini potensi tersebut telah dikembangkan oleh industri pengolahan dalam negeri dengan meningkatkan nilai tambah (value added) yang berorientasi ekspor.
"Beberapa subsektor industri tersebut antara lain industri pengolahan kakao/cokelat, industri teh, industri pengolahan buah, industri kopi hingga industri pengolahan susu," ujarnya.
Industri Pengolahan Kakao/Cokelat
Saat ini Indonesia merupakan salah satu produsen produk olahan kakao terbesar ke-4 di dunia. Selain itu, Indonesia berada di peringkat ke-7 di dunia sebagai produsen biji kakao terbesar. Pada tahun 2023, Industri pengolahan kakao Indonesia mampu menyumbang devisa dengan nilai ekspor lebih dari USD 1 milyar. Selain itu, 78% atau 300.287 ton dari total volume produksi industri pengolahan kakao telah diekspor ke 96 negara, diantaranya ke Amerika Serikat, India, China, Estonia, dan Malaysia.
Kedua, Industri Teh
Sebagai bahan minuman, teh memiliki nilai lebih dibandingkan dengan minuman lainnya, mengingat teh kaya akan mineral dan vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Berbagai manfaat teh untuk kesehatan juga telah diakui oleh para pakar gizi. Ekspor produk olahan teh Indonesia pada tahun 2023 mencapai 37.878 ton atau senilai USD 74,12 juta.
Ketiga, Industri Pengolahan Buah
Industri pengolahan buah memiliki potensi tinggi untuk ditingkatkan lagi ekspornya. Pada tahun 2023 volume ekspor olahan hasil hortikultura mencapai 328 juta ton atau setara USD449 juta.
Keempat, Industri Kopi
Produksi pengolahan kopi di Indonesia mencapai 426,5 ribu ton pada tahun 2023, dimana 97,3 ribu ton diantaranya diekspor ke mancanegara. Hal ini menjadikan Indonesia di posisi ke-4 penghasil kopi terbesar di dunia, dibawah Brazil (2,68 juta ton/thn), Vietnam (1,5 juta ton/thn), dan Kolombia (760 ribu ton/thn). Meskipun demikian, variasi kopi Indonesia paling banyak di antara negara-negara lainnya. Ini bisa menjadi modal utama untuk pengembangan produk dari banyaknya varietas kopi Indonesia tersebut di masa yang akan datang. Apalagi, saat ini minat masyarakat terhadap kopi juga semakin berkembang pesat yang ditandai dengan tumbuhnya jumlah kedai kopi secara masif di berbagai daerah di Indonesia.
Kelima, Industri Pengolahan Susu
Salah satu produk olahan susu yang sedang berkembang di pasar domestik maupun ekspor adalah produk keju dan yogurt. Nilai ekspor produk susu meningkat sekitar 37% menjadi dari USD7,8 juta pada tahun 2021 menjadi USD10,7 juta pada tahun 2023.
Untuk produk yogurt, nilai ekspor pada tahun 2021 mencapai USD20 juta dan mengalami peningkatan menjadi USD23,1 juta atau sebesar 15% pada tahun 2023. Namun demikian, kedua nilai ekspor ini masih sangat kecil, dibandingkan negara tetangga, Selandia Baru, yang mengekspor produk susu hingga USD904,20 juta sehingga menguasai 8,2% pangsa pasar susu dunia.
(Feby Novalius)