Populasi Hilang Setengah, Ekonomi Rusia di Ambang Bencana Demografi

Muhammad Rizky, Jurnalis
Senin 12 Agustus 2024 15:39 WIB
Ekonomi Rusia di ambang krisis demografi (Foto: Shutterstock)
Share :

Sejak Vladimir Putin menjabat sebagai Presiden Rusia, terdapat empat titik balik penting dalam kebijakan demografi yang mempengaruhi arah masa depan negara tersebut. Titik balik pertama terjadi pada tahun 2006, ketika retorika Putin tentang demografi akhirnya diwujudkan dalam kebijakan konkret. Pada saat itu, demografi menjadi salah satu dari empat proyek nasional pertama yang diluncurkan, menandai awal upaya serius pemerintah untuk mengatasi tantangan populasi yang mulai terlihat.

Perubahan signifikan kedua terjadi setelah aneksasi Krimea oleh Rusia pada tahun 2014. Tindakan agresi ini tidak hanya memicu ketegangan di Ukraina, Moldova, dan republik-republik bekas Uni Soviet lainnya, tetapi juga mempersempit jumlah negara yang bersedia menyediakan tenaga kerja bagi Rusia. Hal ini menjadi pukulan telak bagi negara yang sangat bergantung pada tenaga kerja migran untuk mendukung perekonomiannya.

Momen penting ketiga terjadi pada Maret 2024 dengan serangan teroris di Crocus City Hall, dekat Moskow. Serangan ini memiliki dampak besar terhadap kebijakan migrasi Rusia, terutama karena pada tahun 2023, setengah dari imigran yang masuk ke Rusia berasal dari Tajikistan. Namun, setelah serangan tersebut, keberadaan imigran Tajik menjadi masalah politik yang sensitif, memicu perubahan dalam pendekatan Rusia terhadap kebijakan migrasi.

Perubahan kebijakan terbaru muncul dengan pembentukan pemerintahan baru pada Mei 2024. Laporan awal menunjukkan bahwa pemerintah mulai mengadopsi pendekatan jangka panjang yang mungkin mulai menyadari realitas demografi baru Rusia. Sayangnya, langkah-langkah yang diusulkan dianggap datang terlambat dan gagal menawarkan solusi inovatif untuk menghadapi tantangan yang ada.

Sejak runtuhnya Uni Soviet, Rusia mewarisi masalah demografi yang kompleks, dengan respons awal yang dinilai tidak efektif. Situasi semakin memburuk setelah tahun 2013, terutama dengan pecahnya perang skala penuh antara Rusia dan Ukraina, yang memperparah semua tantangan yang sudah ada. Penurunan populasi yang berkelanjutan diprediksi akan memiliki dampak besar terhadap masa depan Rusia, menciptakan tantangan yang semakin sulit untuk diatasi dalam beberapa dekade mendatang.

Rusia masih berjuang dengan dampak dari berbagai guncangan demografi yang dialami selama abad ke-20 di bawah Uni Soviet. Setelah kematian Joseph Stalin, ada harapan untuk pemulihan, tetapi pada tahun 1960-an, Rusia masih menghadapi tingkat kematian bayi yang tinggi dan harapan hidup orang dewasa yang rendah dibandingkan dengan negara-negara industri lainnya.

Dampak populasi dari Perang Dunia II terus terasa selama beberapa dekade. Meskipun kampanye anti-alkohol yang diluncurkan oleh pemimpin Soviet, Mikhail Gorbachev, pada tahun 1986-1987 sempat meningkatkan harapan hidup secara singkat, namun hal itu tidak cukup untuk mengubah dinamika demografi yang ada.

Disrupsi ekonomi yang dimulai dengan perestroika Gorbachev dan berlanjut hingga tahun 1990-an menyebabkan penurunan angka kelahiran, peningkatan kematian, dan emigrasi besar-besaran. Pembubaran Uni Soviet memicu relokasi besar-besaran penduduk, dengan jutaan orang Rusia dan non-Rusia kembali ke tanah air mereka masing-masing. Setiap republik bekas Soviet menjadi lebih homogen secara etnis, dan tren ini terus berlanjut di dalam Federasi Rusia, dengan beberapa republik non-Rusia menjadi semakin kurang terpengaruh oleh kehadiran etnis Rusia.

Ketidakseimbangan imigrasi-emigrasi Rusia melibatkan beberapa aliran populasi. Orang-orang Rusia kembali ke Rusia dari republik-republik bekas Soviet yang baru merdeka. Seiring dengan perbaikan ekonomi Rusia, migran tenaga kerja, terutama dari bekas republik Soviet, mulai mencari pekerjaan formal dan informal di Rusia. Sebelum perang, para imigran ini mengompensasi gelombang emigrasi orang-orang (terutama orang Rusia) yang meninggalkan negara itu.

Runtuhnya Pakta Warsawa—dan kemudian Uni Soviet itu sendiri—mengganggu hubungan ekonomi dan rantai pasokan yang telah ada selama beberapa dekade. Ketidakamanan ekonomi mengurangi angka kelahiran yang sudah menurun di sebagian besar wilayah pasca-Soviet. Tingkat fertilitas total (TFR) Rusia—jumlah kelahiran per wanita—turun dari sedikit di bawah tingkat penggantian pada tahun 1988 menjadi 1,3 pada tahun 2004. Untuk mempertahankan tingkat populasi, diperlukan TFR setidaknya 2,1 tanpa imigrasi bersih positif; tingkat kematian orang dewasa yang tinggi di Rusia membutuhkan tingkat yang lebih tinggi lagi.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya