JAKARTA - Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey menyatakan rencana kenaikan tarif royalti tambang akan menambah beban operasional para pengusaha. Pasalnya pengeluaran royalti akan lebih besar di tengah harga komoditas mineral yang belum mengalami kenaikan.
Meidy menjelaskan, kenaikan tarif royalti bukan satu-satunya beban tambahan yang dialami para pengusaha mulai tahun 2025. Sebab bersamaan, pemerintah juga menetapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12%, yang mana alat berat tambang masuk kategori barang mewah.
Belum lagi menurutnya kebijakan baru pemerintah soal DHE (Devisa Hasil Ekspor) SDA (Sumber Daya Alam). Sehingga pengusaha wajib menyetorkan seluruh pendapatannya ke instrumen keuangan Indonesia selama 12 bulan. Selain itu ada juga kebijakan soal global minimum tax (GMT) yang naik menjadi 15%, sehingga pelaku usaha yang berorientasi ekspor perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk membayar pajak.
"Kalau kami dibebankan lagi (kenaikan royalti tambang) tentu perusahaan akan berfikir, akan melanjutkan produksi atau ini. Ini tentu menjadi kendala kita," ujarnya dalam Market Review IDXChannel, Rabu (12/3/2025).