JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Anindya Novyan Bakrie menyampaikan perkembangan diplomasi ekonomi Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
Menurutnya, surplus perdagangan Indonesia dengan AS sebesar USD18 miliar berpeluang seimbang melalui impor energi hingga USD40 miliar dalam bentuk minyak dan gas serta produk turunannya.
"Amerika juga ingin impor lebih banyak, dari kedelai, kapas, daging, hingga susu," ungkap Anindya dalam forum Monthly Economic Diplomatic Breakfast di Hotel Aryaduta, Jakarta, dikutip Sabtu (10/5/2025).
"Kalau hari ini total ekspor impor kita dengan Amerika USD40 miliar, dua tahun bisa naik jadi USD80 miliar, dan empat tahun ke depan mungkin tembus USD120 miliar setara dengan perdagangan kita dengan China,” tambahnya.
Anindya juga menyampaikan keyakinan bahwa posisi Indonesia sangat strategis dalam peta global, terutama karena memiliki mineral kritis seperti nikel, tembaga, dan bauksit, yang menjadi rebutan banyak negara.
Hal ini disebut Anindya menjadi daya tarik bagi mitra seperti AS untuk menjalin kerja sama investasi, bahkan di sisi hulu industri energi. Ia pun memprediksi negosiasi tarif resiprokal akan segera menemui kesepakatan.
"Enggak semua orang bisa mineral kritis, bisa bayangkan Ukraina mesti menyerahkan mineral kritis untuk bisa damai, kita kan enggak perlu seperti itu. Tapi bisa jadi, bukan saja dengan negara lain tapi Amerika juga bermitra di mineral kritis ya taulah di nikel, copper dan lain-lain," ungkap Anindya.
Di samping itu, menurut Anindya Indonesia juga berpeluang untuk berinvestasi di Amerika Serikat, bukan hanya melakukan impor minyak dan gas, tapi juga ikut melakukan produksi dengan kekuatan yang saat ini Indonesia miliki.
"Karena kekuatan ini yang saya lihat di Danantara sudah ada, jadi memang saya juga nggak menafikan. Sekarang ekonomi memang lagi istilahnya ada headwind sedikit. Tapi kalau kita lihat secara fundamental dibandingkan negara lain, kita sanggup," tandasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)