Lebih lanjut Bahlil menyampaikan, beberapa langkah konkret yang dilakukan antara lain reformasi regulasi besar-besaran, percepatan proses perizinan, dan penghapusan perdebatan antara skema gross split dan cost recovery. Ini lantaran ARR (Average Rate of Return) saat ini sudah ekonomis, rata-rata 13-17 persen sehingga tidak ada alasan lagi mempertanyakan keekonomian proyek.
Bahlil juga mengingatkan bahwa wilayah kerja yang sudah diserahkan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) tapi tidak digarap akan ditarik kembali oleh negara setelah lima tahun, sesuai dengan ketentuan undang-undang. Ini berlaku tanpa pandang bulu. Bahkan menurutnya, BUMN pun akan dikenai tindakan serupa jika tidak produktif.
"Di samping itu kami juga laporkan bahwa dalam rangka optimalisasi peningkatan lifting, kita tidak bisa lagi pakai cara-cara dulu. Kata Pak Purnomo, gak bisa lagi kita pakai cara-cara dulu. Harus ada teknologi. EOR (Enhanced Oil Recovery) adalah salah satu alternatif teknologi dan sistem pengeboran yang tadinya vertikal sekarang horizontal," tambahnya.
Tak hanya fokus pada produksi, Bahlil juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam pengembangan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan penyimpanan karbon terbesar di dunia, terutama di Asia Pasifik.
"Kita di Indonesia kebetulan Allah memberikan hadiah kita bahwa kita salah satu negara di dunia yang mempunyai cadangan storage carbon capture yang salah satu terbesar di dunia. Untuk di Asia Pasifik Pak, kita paling terbesar. Nah ini sudah dimanfaatkan oleh BP sama Exxon. Aturannya sudah kita buat, PP-nya sudah, Permen-nya pun sudah," tegas Bahlil.
(Taufik Fajar)