JAKARTA - Data pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% pada kuartal II-2025 bikin semua kaget. Ekonom meragukan data yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) soal pertumbuhan ekonomi pada 5 Agustus 2025, namun pemerintah menegaskan tidak ada permainan data pertumbuhan ekonomi Indonesia.
BPS mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,12% secara year on year (yoy) pada kuartal II-2025.
Bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq), ekonomi Indonesia tumbuh 4,04 persen.
Sementara, ekonomi Indonesia semester I-2025 terhadap semester I-2024 mengalami pertumbuhan sebesar 4,99 persen (c-to-c). Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku kuartal II-2025 mencapai Rp5.947,0 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp3.396,3 triliun.
Berikut ini Okezone rangkum fakta-fakta pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% pada kuartal II-2025 yang bikin semua kaget, Jakarta, Minggu (9/8/2025).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 berdasarkan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 5,12 persen (yoy).
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Wilayah BPS, Moh. Edy Mahmud mengatakan, ekonomi Indonesia berdasarkan PDB pada kuartal II 2025 atas dasar harga berlaku Rp5.947 triliun, dan atas dasar harga konstan Rp3.396,3 triliun.
"Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2025 bila dibandingkan triwulan II 2024 atau secara year on year tumbuh sebesar 5,12 persen,” kata Edy dalam Rilis Berita Resmi Statistik BPS, Selasa (5/8/2025).
Edy menegaskan, bila dibandingkan dengan kuartal I 2025 atau secara q-to-q, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,04 persen.
Ekonom Senior Indef Tauhid Ahmad mengaku kaget dengan data BPS. Pasalnya, proyeksi dari berbagai pihak, termasuk dari Kementerian Keuangan, menunjukkan pertumbuhan di bawah 5 persen.
"Jadi itu menjadi dasar kita menyebutkan, memang enggak mungkin tumbuh dari 5 persen, makanya kita kaget tumbuh di atas 5 persen," kata Tauhid kepada Okezone, 5 Agustus 2025.
Menurut Tauhid, tren data-data riil seperti penjualan roda dua dan semen, serta indeks PMI, menunjukkan pelemahan. Oleh karena itu, ia memperkirakan pertumbuhan kuartal III 2025 akan lebih rendah, kembali di bawah 5 persen.
"Tahun lalu kan 4,95, dua tahun lalu 4,94 di kuartal ketiga. Ya, itu faktornya ini, tidak ada momentum besar, ya, yang kedua, biasanya belanja pemerintah belum optimal di kuartal ketiga," jelasnya.
Keraguan yang lebih mendalam diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira. Menurutnya, ada beberapa data BPS yang janggal dan tidak konsisten dengan kondisi lapangan.
Bhima menyoroti perbedaan signifikan antara data pertumbuhan industri pengolahan versi BPS dan data PMI Manufaktur. BPS mencatat pertumbuhan industri pengolahan sebesar 5,68 persen secara tahunan, sementara PMI Manufaktur pada akhir Juni 2025 justru turun dari 47,4 menjadi 46,9.
"Jadi penjelasannya apa? Bagaimana mungkin PHK massal di padat karya meningkat, terjadi efisiensi dari sektor industri, penjualan semen turun, bahkan di sektor hilirisasi juga smelter nikel ada yang berhenti produksi tapi industri tumbuh tinggi," ujar Bhima.
Bhima juga mempertanyakan data konsumsi rumah tangga yang tumbuh hanya 4,97 persen. Padahal, dengan kontribusinya yang mencapai 54,2 persen terhadap PDB, idealnya konsumsi tumbuh di atas 5 persen agar total pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,12 persen.
"Ada indikasi yang membuat masyarakat meragukan akurasi data BPS," pungkas Bhima.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menilai ada kejanggalan dalam rilis BPS tentang data pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, klaim BPS yang menyebut pertumbuhan ekonomi telah mencapai 5,12 persen pada kuartal II-2025 cukup mengejutkan, mengingat sejumlah indikator ekonomi utama justru menunjukkan pelemahan.
Fadhil menyampaikan bahwa sejumlah leading indicators ekonomi nasional justru menunjukkan tren negatif, seperti pada penjualan kendaraan. Di mana secara wholesale turun 8,6 persen dan penjualan retail merosot hingga 9,5 persen dalam periode Januari hingga Juni 2025.
Selain itu, dia juga menyoroti penurunan konsumsi rumah tangga, kontraksi pada sektor manufaktur, penurunan investasi langsung (FDI) yang menyusut dari Rp217,3 triliun menjadi Rp202,2 triliun, hingga pertumbuhan kredit yang melemah serta peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Dari 12 indikator utama, mayoritas justru menunjukkan pelemahan pada triwulan II 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya," ungkap Fadhil dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Rabu (6/8/2025).
Dengan melihat kondisi tersebut, Fadhil memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi riil Indonesia kemungkinan berada di bawah 5 persen. Ia menekankan bahwa pelemahan ekonomi ini dirasakan secara nyata oleh berbagai sektor yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Fadhil pun mendorong agar pemerintah lebih transparan dan akuntabel dalam menyampaikan kondisi ekonomi nasional. Ia menilai pernyataan pemerintah usai rilis data BPS, termasuk dari para Menteri Ekonomi, belum cukup menjawab berbagai anomali yang muncul.
"Saya kira pemerintah tidak cukup hanya kemudian setelah pengumuman ini memberikan pernyataan yang sifatnya itu berupa penjelasan, seperti yang disampaikan tadi malam oleh para Menteri Ekonomi, tapi pemerintah itu harus mendorong secara lebih mendasar memberikan jawaban-jawaban terhadap berbagai anomali ini, berbagai kejanggalan tersebut," tutupnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah tuduhan adanya permainan data dalam pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 yang mencapai 5,12 persen. Adapun hal ini menyangkut banyak pihak seperti ekonom yang mengaku kaget dan meragukan data yang diberikan BPS.
“Mana ada (permainan data),” kata Airlangga singkat di kantornya, Selasa (5/8/2025) malam.
Menanggapi keraguan sejumlah pihak, Airlangga menegaskan bahwa capaian tersebut sejalan dengan data konsumsi, investasi, dan aktivitas ekonomi yang terpantau tumbuh positif.
“Kalau kita lihat kan konsumen konsumsi tumbuh tinggi. Sekitar 4,97 persen dan itu mewakili 54 persen. Kemudian investasi tumbuh 6,99 persen,” ujarnya.
Airlangga memaparkan bahwa aktivitas perdagangan ritel dan transaksi digital juga menunjukkan peningkatan. Uang elektronik naik 6,26 persen, sementara transaksi di marketplace tumbuh 7,5 persen secara kuartalan.
Selain itu, kebijakan pemerintah mendorong pertumbuhan sektor transportasi dan pariwisata.
Perjalanan domestik, baik menggunakan pesawat, kereta api, maupun jalan tol, meningkat 22,3 persen. Wisatawan mancanegara pun tumbuh 23,32 persen.
Airlangga menambahkan, penciptaan lapangan kerja juga signifikan.
“Year on year jumlah lapangan pekerjaan yang tercipta dari Februari ke Februari itu ada sejumlah mendekati 3,6 juta,” katanya.
Sementara, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pemerintah tetap mengandalkan dan mempercayai data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) termasuk soal pertumbuhan ekonomi.
"Ya, kita selama ini menggunakan data dari BPS. Mereka menjelaskan metodologi, sumber informasinya, dan kita tetap percaya pada BPS," ujar Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/8), menanggapi keraguan sejumlah pihak atas angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang mencapai 5,12%.
Sri Mulyani memastikan bahwa isu seputar validitas data tersebut tidak menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. "Semua indikator kita lihat dari BPS. Data rumah tangga juga dari mereka. Jadi saya rasa, BPS tetap berpegang pada integritas datanya," lanjutnya.
Presiden Prabowo Subianto mengapresiasi capaian pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,12 persen pada kuartal II 2025. Hal ini disampaikan Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO).
Menurut Kepala PCO Hasan Nasbi, Presiden menilai pertumbuhan ini sebagai bukti bahwa strategi transformasi nasional berada di jalur yang tepat.
“Pak Presiden kemarin optimistis, Presiden bilang, dengan pertumbuhan ekonomi seperti ini, artinya strategi transformasi nasional kita sedang berada di jalan yang benar,” ujar Hasan dalam konferensi pers di Kantor PCO.
Hasan Nasbi juga menanggapi pernyataan sejumlah ekonom yang meragukan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen pada kuartal II-2025.
Hasan mengatakan pemerintah selalu transparan dan konsisten dalam menyampaikan data ekonomi, baik saat mengalami kenaikan maupun penurunan.
"Kalau naik, kita bilang naik. Jangan kemudian kalau turun dipercaya, kalau naik kemudian menjadi tidak percaya. Kita kan enggak memperlakukan ini seperti ramalan zodiak," ujar Hasan dalam konferensi pers di Kantor PCO, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Dia mencontohkan, pada kuartal IV 2024, saat Presiden Prabowo Subianto mulai menjabat pertumbuhan ekonomi tercatat 5,02 persen. Kemudian, pada kuartal I 2025 justru turun menjadi 4,87 persen, dan angka tersebut diumumkan terbuka oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang bekerja di bawah pemerintahan yang sama.
"Kuartal II naik 5,12 dikeluarkan oleh pemerintahan yang sama, oleh BPS di bawah pemerintahan yang sama, kalau turun, kita bilang turun, kalau kita naik, dibilang naik. Tapi, memang ada sebagian kalangan yang kalau turun dia percaya, kalau naik dia tidak percaya," katanya.
Dia juga menyayangkan masih adanya pihak yang hanya fokus pada konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah, tapi enggan melihat kontribusi dari sisi investasi.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) masih melihat fenomena pelemahan daya beli masyarakat di tengah rilis data pertumbuhan ekonomi 5,12 persen pada kuartal II 2025.
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani mengatakan konsumsi masyarakat hingga saat ini masih menjadi penopang dalam mengkalkulasi data pertumbuhan ekonomi, di samping investasi, belanja pemerintah, serta ekspor-impor.
"Kita melihat kondisi lapangan seperti apa, tentunya pelemahan daya beli ya ada, kita masih melihat itu. Tapi kemarin ada juga digulirkan insentif-insentif, nah apakah itu sudah mulai berhasil? tugas kami memberikan masukan," ujarnya saat ditemui pada acara Pelepasan Retret Pengusaha di Lanud Halim, Jumat (8/8/2025).
Shinta mengatakan saat ini para ekonom juga masih melakukan analisa lebih jauh untuk menanggapi data pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen pada kuartal II 2025. Sebab sebagian ekonom menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini ditopang dari konsumsi rumah tangga justru menguat di tengah daya beli masyarakat yang masih mengalami tekanan.
"Kami juga menanti ya, mungkin para ekonom juga sedang menganalisa lebih lanjut. Tapi bagi kami, kami siap mengawal di dalam negeri, apa yang perlu perbaikan dan apa yang dibutuhkan lebih lanjut," kata Shinta.
Meski demikian, Shinta Kamdani melihat kinerja investasi dalam negeri pada kuartal II menunjukan angka progresif. Berdasarkan catatan Kementerian Investasi/BKPM, realisasi investasi pada kuartal II 2025 tembus Rp477,7 triliun atau tumbuh 11 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Kalau kita melihat pertumbuhan ekonomi kan dasarnya macam-macam, ada investasi, kalau kita lihat realisasi investasi kan bagus. Kemudian ada konsumsi, belanja pemerintah, dan ekspor-impor," pungkas Shinta.
(Dani Jumadil Akhir)