JAKARTA – Dunia saat ini menghadapi dua tantangan utama di sektor energi. Pertama, memastikan ketahanan energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi; kedua, mempercepat transisi menuju energi rendah karbon yang berkelanjutan.
"Ini adalah tantangan yang membutuhkan keseimbangan, visi, dan yang terutama, kemitraan," ujar Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Aditiyawarman, Senin (13/10/2025).
Dalam menjalankan peran strategis untuk mendukung transisi energi berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara, Kilang Pertamina Internasional (KPI) tentu berkomitmen mendukung Indonesia mencapai Net Zero Emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Oleh karena itu, KPI tak hanya memperkuat kapasitas kilang dan petrokimia, tetapi juga mengintegrasikan prinsip-prinsip dekarbonisasi, bahan bakar terbarukan, dan ekonomi sirkular ke dalam strategi energi nasional.
"KPI memiliki misi yang jelas, yaitu memastikan ketahanan energi nasional sekaligus menjadi pionir menuju bahan bakar berkelanjutan di Asia Tenggara," tegasnya.
Untuk mewujudkan visi tersebut, KPI telah menorehkan sejumlah pencapaian strategis. “Pertama, Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan yang dirancang tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas, tetapi juga untuk menghasilkan bahan bakar yang lebih bersih dan memenuhi standar setara Euro 5," kata Taufik.
Selanjutnya, Taufik juga menyebut pengembangan Green Refinery dan pengembangan Sustainable Aviation Fuel (PertaminaSAF) di Cilacap berbasis minyak jelantah, serta Hydrotreated Vegetable Oil (HVO), bahan bakar diesel berbasis minyak sawit. Hal ini memposisikan Indonesia sebagai salah satu pelopor energi hijau di kawasan Asia Tenggara.
Pencapaian strategis lainnya terkait dengan digitalisasi dan operational excellence. “Hal ini terkait dengan penerapan kecerdasan buatan (AI) untuk predictive maintenance dan efisiensi energi agar operasi lebih kompetitif dan rendah emisi,” jelas Taufik.
Taufik mengungkapkan pencapaian strategis berikutnya terkait dengan regional collaboration, di mana KPI melakukan penguatan kemitraan dengan mitra teknologi, investor, dan NOC kawasan untuk inovasi katalis, fleksibilitas feedstock, serta rantai pasok yang tangguh.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menegaskan komitmen pemerintah memperkuat sektor hilir migas dalam strategi menuju ketahanan energi dan masa depan rendah karbon.
Ia menjelaskan, permintaan gas alam global diperkirakan meningkat kembali pada 2026, sehingga Indonesia perlu mengoptimalkan strategi hilirisasi, memperluas jaringan pipa, dan membangun klaster virtual pipeline untuk memperkuat distribusi energi bersih.
"Peluang untuk memodernisasi infrastruktur melalui rekayasa dan teknologi menjadi kunci agar hilirisasi lebih berkelanjutan dan mendukung visi energi rendah karbon," ujar Laode.
(Feby Novalius)