JAKARTA - Penyelesaian beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh belum menemukan titik terang. Pemerintah dinilai perlu mencari solusi jangka panjang agar proyek strategis nasional ini bisa beroperasi lebih efisien dan berkelanjutan secara finansial.
Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Toto Pranoto menilai salah satu langkah strategis yang bisa ditempuh pemerintah adalah membentuk BUMN Infrastruktur Kereta Api. Pembentukan entitas baru ini, kata Toto, sudah memiliki dasar hukum kuat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
"Dalam jangka panjang, bisa dibentuk BUMN Infrastruktur Kereta Api sesuai amanat UU Perkeretaapian. Dengan begitu, beban infrastruktur yang selama ini ditanggung KAI bisa dipindahkan ke entitas baru tersebut," ujar Toto saat dihubungi Okezone, Jakarta, Minggu (26/10/2025).
Menurut Toto, skema ini akan membuat kinerja keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menjadi lebih sehat. Selama ini, KAI menanggung sebagian besar biaya pengelolaan infrastruktur perkeretaapian, termasuk porsi kepemilikan di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang membangun dan mengoperasikan proyek Whoosh.
Dia menilai, pembentukan BUMN khusus infrastruktur akan memberikan ruang fiskal yang lebih fleksibel bagi KAI untuk fokus pada aspek operasional dan layanan transportasi. Sedangkan BUMN baru tersebut dapat fokus pada pembiayaan, pengelolaan aset, serta kerja sama investasi jangka panjang.
"Danantara atau pemerintah bisa suntik dana untuk modal BUMN Infrastruktur KA," tambahnya.
Selain membentuk entitas baru, Toto menekankan pentingnya meningkatkan kinerja KCIC agar proyek Whoosh bisa lebih cepat menuju titik impas (break even point). Dia menyebut, pendapatan dari sektor penumpang masih bisa dioptimalkan seiring peningkatan okupansi dan frekuensi perjalanan.
Namun, dia juga menyoroti potensi besar dari pendapatan non-penumpang, seperti pengembangan kawasan transit (transit oriented development/TOD), pemanfaatan lahan komersial, dan kerjasama pengelolaan properti di sekitar stasiun-stasiun utama seperti Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar.
"Revenue dari non-penumpang harus menjadi tumpuan utama. Utilisasi aset properti dan pengembangan kawasan sekitar jalur kereta cepat bisa menjadi sumber pemasukan baru," tutur Toto.
Lebih lanjut, setelah kinerja operasional Whoosh semakin stabil, Toto menyarankan pemerintah mempertimbangkan opsi recycling aset melalui DMI (Dana Mitra Infrastruktur) atau INA (Indonesia Investment Authority). Skema ini memungkinkan investor baru masuk untuk mengambil alih sebagian porsi kepemilikan konsorsium BUMN di KCIC.
"Setelah operasi Whoosh membaik, recycling aset lewat DMI atau INA bisa menjadi salah satu way out. Dengan cara ini, bisa dicari investor baru untuk PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), sehingga porsi konsorsium BUMN di KCIC berkurang dan risiko keuangan menurun," kata Toto.
Sekadar informasi, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142 kilometer ini diresmikan pada Oktober 2023 dan menjadi yang pertama di Asia Tenggara. Meski dioperasikan secara komersial, proyek ini masih menghadapi tantangan pembiayaan akibat tingginya biaya konstruksi dan perubahan skema pinjaman sejak tahap awal.
Masalah utama yang mencuat adalah beban utang yang membengkak hingga mencapai sekitar Rp6,9 triliun yang harus ditanggung PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) kepada China Development Bank, selain biaya overrun proyek sekitar USD1,2 miliar atau hampir Rp20 triliun. Total nilai proyek yang membengkak kini mencapai sekitar USD 7,27 miliar atau Rp120 triliun. Pembangunan proyek ini sebagian besar berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB). Sejumlah opsi tengah dikaji, termasuk restrukturisasi pinjaman hingga penguatan modal konsorsium.
Toto berharap, dengan langkah restrukturisasi yang tepat dan dukungan kebijakan kelembagaan yang kuat, proyek kereta cepat ini bisa menjadi model pengelolaan infrastruktur transportasi yang berkelanjutan di masa depan.
(Dani Jumadil Akhir)