"Kadang-kadang ketika terjadi krisis semua menjadi panik, jadi harusnya ada culture. Jadi kalau ada krisis, ada tata kelolanya," kata Nico.
Selain itu, kata Nico, PIS memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan lain. Dalam penggunaan digitalisasi tidak hanya melihat dari sisi data. "Jadikan sebagai early warning. Di PIS kapalnya ada yang di luar Indonesia. Kita harus tahu posisi kapal dimana," ungkap Nico.
Dia mengungkapkan manajemen risiko tidak hanya melibatkan upaya internal, tetapi juga melibatkan kolaborasi dengan berbagai pihak eksternal. PIS terus berkomunikasi dengan regulator, pemasok, dan klien untuk memastikan bahwa setiap tahap operasional memenuhi standar yang telah ditetapkan.
"Harus pro aktif, fungsi manajemen risiko tidak bisa menunggu. Jadi ada komunikasi dua arah. Ada komunikasi dan monitoring. Efisiensi bisa terjadi kalau ada kolaborasi dan komunikasi,” ungkap Nico.
(Taufik Fajar)