JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan penolakan terhadap penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2026.
KSPI menilai, kenaikan tersebut belum memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) buruh dan berencana menempuh jalur hukum hingga aksi massa.
Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, jika menggunakan indeks alfa 0,75, seharusnya UMP DKI Jakarta berada di kisaran Rp5,79 juta per bulan. Menurutnya, terdapat selisih sekitar Rp160.000 dari tuntutan aliansi buruh Jakarta.
"Secara hukum akan dilakukan gugatan ke PTUN karena ini kan keputusan administrasi negara. Secara gerakan akan ada aksi. Aksinya ada dua, ke Istana Presiden di Jakarta dan ke Balai Kota," ungkap Iqbal.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam menilai penyesuaian UMP 2026 perlu dilihat secara menyeluruh dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan kemampuan dunia usaha.
Bob menjelaskan, formula upah minimum mencakup inflasi yang bertujuan mengembalikan daya beli, serta faktor alfa yang merepresentasikan peningkatan daya beli. Namun, ia menilai kenaikan produktivitas saat ini belum sebanding dengan besaran kenaikan upah.
"Lihat formula UM (upah minimum): inflasi yang berarti pengembalian daya beli. Alpha berarti peningkatan daya beli yang faktornya cukup besar 0.5 sampai dengan 0.9. Padahal produktifitas naik 1.5 - 2.0%," kata Bob dalam keterangannya, Jumat (26/12/2025).
Dia juga menyoroti hasil survei International Labour Organization (ILO) yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar upah minimum masih terbatas.
“Perusahaan yang mampu membayar kurang dari 37% berdasarkan survei ILO. Bahkan di sentra industri seperti Jawa Barat dan DKI Jakarta, angkanya lebih rendah lagi,” tambahnya.
Bob menambahkan, sektor padat karya saat ini juga tengah menghadapi tekanan, khususnya bagi perusahaan yang berorientasi ekspor. Kenaikan tarif ekspor ke Amerika Serikat sebesar 19 persen dinilai turut memberatkan pengusaha karena adanya permintaan pembagian beban biaya antara pembeli dan eksportir.
“Upah padat karya juga tidak mudah, karena dengan tarif baru ke AS ini, (pembeli) itu minta burden sharing, jadi kenaikan tarif 19 persen ini mereka minta bagi rata, sehingga harus ada yang ditanggung oleh eksportir. Nah ini kan terus terang memberatkan juga bagi pengusaha yang di sini, ditambah lagi kenaikan upah minimum,” pungkas Bob.
Untuk diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru saja menetapkan UMP 2026 naik 6,17% atau sekitar Rp333.115, sehingga menjadi Rp5.729.876 per bulan. Penetapan tersebut didasarkan pada indeks alfa sebesar 0,75.
(Taufik Fajar)