JAKARTA - Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026 dinilai belum mampu menjadi momentum kuat untuk mendongkrak kinerja industri perhotelan nasional. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai berbagai tantangan struktural dan situasional masih membayangi tingkat okupansi hotel hingga akhir tahun.
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan, secara historis periode Nataru memang kerap menjadi pendorong kenaikan okupansi. Namun, kondisi tahun ini berbeda karena industri perhotelan telah lebih dulu berada dalam tren pelemahan sepanjang 2025.
"Kalau kita lihat secara nasional, rata-rata okupansi hotel tahun ini masih di kisaran 47 persen dan secara year on year masih minus hampir 5 persen," ujar Maulana Yusran saat dihubungi Okezone, Jakarta, Jumat (26/12/2025).
Meski PHRI masih optimis okupansi hotel bisa mencapai 80 persen di sejumlah destinasi wisata unggulan pada periode Nataru ini, sejumlah wilayah justru diperkirakan mengalami penurunan tajam akibat bencana alam.
Daerah-daerah seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara, yang selama ini menjadi tujuan utama wisatawan nusantara saat libur akhir tahun, tahun ini menghadapi hambatan besar. Selain kerusakan akibat bencana, akses transportasi di sejumlah titik juga terganggu, sehingga menekan minat kunjungan wisatawan.
"Tahun ini tentu mereka (wilayah Bencana) akan jauh terpuruk (pertumbuhannya), karena akses jalannya juga terkendala," jelasnya.
Faktor lain yang turut menahan laju pemulihan adalah cuaca ekstrem yang melanda berbagai daerah. Kondisi ini membuat wisatawan lebih berhati-hati dan cenderung memilih perjalanan jarak pendek atau bahkan menunda liburan.
"Dengan cuaca ekstrem itu tentu banyak traveler mungkin melakukan perjalanannya yang tidak terlalu jauh, atau yang tidak mengambil risiko. Jadi ini juga menjadi satu tantangan," kata Maulana.
Di sisi lain, berbagai stimulus yang disiapkan pemerintah, seperti diskon tiket pesawat, potongan tarif tol, hingga kebijakan work from home (WFH) dan work from anywhere (WFA), dinilai membantu menjaga pergerakan masyarakat, namun belum cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan okupansi secara nasional.
Dengan kondisi tersebut, PHRI menilai peran libur Nataru tahun ini lebih sebagai penahan penurunan kinerja industri perhotelan dibandingkan sebagai katalis pertumbuhan.
"Makanya kita lihat nanti finalnya nanti setelah libur natal ini gimana sebenarnya. Apakah emang pergerakan itu meningkat atau menurun, dan seterusnya itu nanti kita bisa lihat nanti di sana," katanya.
(Dani Jumadil Akhir)