5 Fakta Kenaikan UMP Jakarta 2026, Pengusaha dan Buruh Sama-sama Menolak

Feby Novalius, Jurnalis
Sabtu 27 Desember 2025 05:16 WIB
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 naik Rp333.115 atau sekitar 6,17% dibandingkan UMP 2025. (Foto: Okezone.com/Jktshootandgram)
Share :

JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 naik Rp333.115 atau sekitar 6,17% dibandingkan UMP 2025. Dengan demikian upah tahun depan menjadi Rp5.729.876 dari Rp5.396.761.

Dalam penetapan tersebut, Pemprov DKI Jakarta menggunakan nilai alfa sebesar 0,75 sebagai dasar perhitungan UMP 2026.

Namun demikian, baik pengusaha dan serikat pekerja menyatakan tidak setuju dengan keputusan tersebut. Pengusaha bilang kenaikan UMP 2026 tidak dicermati secara hati-hati. Sedangkan buruh menilai penetapan UMP tersebut tidak memenuhi tuntutan Kebutuhan Hidup Layak.

Berikut fakta-fakta menarik terkait UMP 2026 di Jakarta, Sabtu (27/12/2025):

1. Respons Pengusaha soal UMP Jakarta

Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani menilai tidak semua sektor usaha berada dalam kondisi yang cukup kuat untuk menyerap tambahan biaya akibat kenaikan upah minimum. Ia menilai kenaikan UMP harus dijalankan secara proporsional.

“Dunia usaha memahami bahwa kebijakan pengupahan memiliki tujuan fundamental untuk melindungi pekerja dan menjaga daya beli masyarakat. Namun demikian, kebijakan tersebut perlu dijalankan secara hati-hati dan proporsional, agar tetap selaras dengan kemampuan dunia usaha serta beragamnya kondisi ketenagakerjaan di setiap daerah,” ujarnya.

2. Alasan Pengusaha Tolak UMP 2026

Shinta menyebut tantangan struktural ketenagakerjaan Indonesia masih besar, dengan jumlah pengangguran sekitar 7,47 juta orang, sekitar 11,56 juta orang setengah menganggur, dan lebih dari 60 persen pekerja berada di sektor informal yang rentan dan minim perlindungan.

"Perlu dicermati secara sangat hati-hati karena tidak seluruh sektor usaha saat ini berada dalam kondisi yang cukup kuat untuk menyerap tambahan biaya, khususnya sektor padat karya yang masih menghadapi tekanan permintaan, biaya operasional, dan ketidakpastian ekonomi," lanjutnya.

3. Tantangan Industri ke Depan

Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam menambahkan, sektor padat karya saat ini menghadapi tekanan tambahan, khususnya bagi perusahaan yang berorientasi ekspor.

Kenaikan tarif ekspor ke Amerika Serikat sebesar 19 persen dinilai turut memberatkan pengusaha karena adanya permintaan pembagian beban biaya antara pembeli dan eksportir.

“Upah padat karya juga tidak mudah, karena dengan tarif baru ke AS ini, (pembeli) itu minta burden sharing, jadi kenaikan tarif 19 persen ini mereka minta bagi rata, sehingga harus ada yang ditanggung oleh eksportir. Nah ini kan terus terang memberatkan juga bagi pengusaha yang di sini, ditambah lagi kenaikan upah minimum,” pungkas Bob.

 

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya