Tahun ini kinerja bank-bank BUMN menunjukkan peningkatan yang signifikan. Selain NPL-nya turun, sampai September lalu, laba bersihnya juga mencapai Rp 12,5 triliun atau naik 40 persen.
Menjadi nakhoda di bank BUMN harus siap jantungan. Kemampuan dan kinerja yang bagus saja tak cukup untuk mempertahankan posisi. Seorang direksi harus membekali dirinya dengan jaringan politik yang kokoh agar bisa bertahan lama.
Maklum, jabatan direksi BUMN selalu menarik minat penguasa dan kelompok-kelompok politik. Apalagi menjelang Pemilihan Umum 2009 nanti. Lantas seperti apa posisi masing-masing dirut di bank BUMN? Berikut rapor kinerja mereka.
Agus Martowardojo Sulit Menggeser Si Nomor Satu
Sebagai bank terbesar di republik ini, Bank Mandiri mestinya selalu tampil dominan. Kenyataannya, tidak demikian. Laba bersih perseroan masih kalah dibandingkan peruntungan BRI. Begitu juga dengan harga sahamnya, yang masih separuh dari harga saham Bank Danamon.
Padahal, dilihat dari berbagai sudut, bank milik Temasek itu kalah dalam segala-galanya. Aset Mandiri empat kali lebih besar ketimbang Danamon. Kreditnya juga dua kali lipat lebih tinggi. Demikian pula dengan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun.
Lalu kenapa BMRI (kode saham Bank Mandiri) dinilai lebih murah? Seorang analis bilang, harga saham juga mencerminkan risiko emiten. Di sini, Mandiri dinilai memiliki risiko bisnis yang jauh lebih tinggi. Maklum, 40 persen porsi kredit bank ini mengucur ke sektor korporasi. Net interest margin perseroan juga hanya lima persen alias separuh dari yang dimiliki Danamon.
Untunglah, kondisi Mandiri mulai membaik. Di bawah kendali Agus Martowardojo, yang menjadi dirut 16 Mei 2005, perseroan makin memperlihatkan tajinya. Setelah terkapar akibat melonjaknya non performing loan (NPL) tahun 2005, belakangan ini kinerja Bank Mandiri makin memesona.
Walaupun rendah, kredit di Mandiri tetap tumbuh. Nilainya mencapai Rp111 triliun pada akhir September silam. Penurunan NPL-nya juga lumayan. Jika di akhir 2005 kredit bermasalah perseroan mencapai Rp26 triliun, kini angkanya sudah turun di kisaran Rp14,5 triliun.
Bank Mandiri juga sudah dikeluarkan dari pengawasan intensif Bank Indonesia karena NPL net-nya sudah di bawah lima persen. Tingkat efisiensi di bank pelat merah ini pun menunjukkan perbaikan. Indikator itu bisa dilihat dari penurunan BOPO (biaya operasional berbanding pendapatan operasional) yang sudah berada di kisaran 76 persen. Cost to income ratio bisa diturunkan dari level 48,77 persen (2006) menjadi 43,10 persen di kuartal III lalu.
Penerapan strategic business unit (SBU) mulai awal 2007 terbukti efektif mendongkrak pendapatan bank. Masing-masing unit usaha terlihat berlomba-lomba untuk mendapatkan fulus besar. Sampai September 2007, unit mikro dan ritel memberikan kontribusi pendapatan terbesar, sekitar Rp2,9 triliun. Unit korporasi menyumbang Rp1,9 triliun dan komersial Rp 1,5 triliun.
Meningkatnya pendapatan yang diikuti efisiensi bisnis telah membuat Bank Mandiri sukses meraup untung besar. Kendati belum sebesar pada 2004, ketika itu mengantongi laba bersih Rp5,2 triliun, peruntungan BMRI terus meningkat. Tahun ini, perseroan diperkirakan bisa memperoleh untung lebih dari Rp3,5 triliun.
Sungguhpun banyak citra positifnya, kepemimpinan eks Dirut Permata itu juga sempat melahirkan beberapa kontroversi. Misalnya soal penjatahan saham MSOP II dan III. Selain itu, langkah manajemen merumahkan pengurus Serikat Pekerja Bank Mandiri juga ikut menodai prestasi Agus Martowardojo. Terlepas dari semua persoalan tersebut, posisi kursi nomor satu di bank terbesar itu tidak akan berubah.
"Kalaupun ada pergantian, mungkin, di level komisaris. Posisi nomor satu aman karena didukung RI Satu," ungkap seorang sumber.
(Rani Hardjanti)
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari