Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pemerintah Cemaskan Bubble Hot Money

Meutia Rahmi , Jurnalis-Selasa, 24 November 2009 |07:27 WIB
Pemerintah Cemaskan <i>Bubble Hot Money</i>
Foto: Koran SI
A
A
A

JAKARTA - Pemerintah mulai mengkhawatirkan dampak negatif dari derasnya aliran modal saat ini. Namun, untuk saat ini dipastikan belum terjadi penggelembungan (bubble) yang bisa mengganggu ekonomi.

"Belum bubble kita, tapi kita memang khawatir terjadi bubble," ujar Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam LK) Fuad Rahmany di Jakarta kemarin. Saat ini, lanjut dia, modal yang masuk masih berdampak positif terhadap perekonomian nasional.Aliran modal tersebut, kata dia, dipicu fundamental makroekonomi Indonesia yang cukup stabil.

Fuad melanjutkan, modal-modal yang masuk ke Indonesia saat ini terbilang normal jika dibandingkan negara lain. "Saya angkanya tidak terlalu tahu persis.Tapi, dalam beberapa bulan terakhir ini memang positif bagi Indonesia,"tuturnya. Kekhawatiran terhadap hot money sebelumnya diungkapkan pula oleh Ekonom Suistainable Development Indonesia (SDI) Drajad Wibowo.

Dia mengatakan, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu memperketat regulasi pasar modal juga keuangan guna mengendalikan hot money. Berbagai upaya dinilai perlu dilakukan, termasuk meniru kebijakan pemerintah Brasil yang menaikkan tarif pajak saham dan obligasi sebesar dua persen pada 19 Oktober lalu.

"Semua langkah untuk mengendalikan hot money layak untuk dijajaki dan diterapkan (pemerintah dan BI)," ujar dia. Pengendalian hot money, kata Dradjad, perlu dilakukan guna menghindari aksi spekulasi yang mengancam stabilitas makroekonomi nasional. "Karena itu mulai dari pengaturan perusahaan jasa pengelola pembiayaan (fund managers) sampai perpajakan perlu ditertibkan," terang dia.

Sejauh ini, Dradjad mengatakan, belum terlihat langkah nyata dari pemerintah dan BI untuk mengendalikan kepemilikan asing. Kepala ekonom BNI Tony Prasentyantono juga mengatakan,kepemilikan asing harus dibatasi,terutama pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Memang, lanjutnya, kebijakan ini bisa mengurangi persepsi positif di mata investor asing.

Kebijakan pembatasan SBI, kata dia, masih jauh lebih baik dan dapat diterima dibandingkan pengendalian modal (capital control). "Kita kan tidak mau konyol biaya moneter BI bengkak tahun depan gara-gara banjir dana asing di SBI," imbuhnya. Kendati demikian,lanjut Tony, BI harus hati-hati menetapkan pembatasannya.

Besaran ini harus bisa ditoleransi pasar sehingga tidak terlampau mengganggu persepsi pasar terhadap Indonesia. Seperti diberitakan Harian Seputar Indonesia sebelumnya, BI memprediksi jumlah dana yang diserap SBI bisa mencapai Rp300 triliun pada 2010. Dana tersebut naik 11% dari posisi saat ini sebesar Rp270 triliun.

Padahal, tahun ini saja BI memperkirakan bahwa sampai akhir tahun akan mengalami defisit sebesar Rp1,905 triliun, yang salah satu penyebab utamanya adalah karena tingginya bunga SBI yang harus dibayarkan. Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono mengatakan, meski kebutuhan likuiditas untuk membiayai pertumbuhan ekonomi tahun depan sangat tinggi,namun pihaknya juga melihat adanya kelebihan likuiditas yang harus diserap.

(Candra Setya Santoso)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement