 
                JAKARTA - Rupiah diprediksi masih belum bisa angkat kaki dari level Rp9.000-an, bahkan rupiah berpotensi menduduki level Rp9.200 per USD jika belum ada kepastian kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi.
Treasury Analyst Telkom Sigma Rahadyo Anggoro memprediksi, rupiah berada di range Rp9.140-9.200 per USD. "Namun Bank Indonesia (BI) BI akan terus melakukan intervensi untuk melindungi pelemahan rupiah agar fluktuatifnya tidak terlalu lebar," katanya saat dihubungi okezone di Jakarta Rabu (7/3/2012).
Rupiah pada penutupan perdagangan kemarin memang terpantau mengalami melemah dan hampir menyentuh level Rp9.200. Menurut kurs tengah BI, rupiah diperdagangkan dikisaran Rp9.190 per USD dengan rata-rata perdagangan harian Rp9.144-Rp9.236 per USD.
Rahadyo menuturkan, rupiah bisa saja menmebus level Rp9.200, apalagi dipastikan inflasi akan naik seiring dengan rencana naiknya harga BBM dalam waktu dekat. Jika tidak ada kebijakan untuk menenangkan pasar, inflasi diperkirakan bisa menembus angka 6,5 persen.
"Rp9.200 per USD itu angka psikologis juga. Ketika tembus Rp9.200 per USD, rupiah akan mengalami tekanan lebih dalam," akunya.
Selanjutnya, mengintip kondisi eksternal, dia mengatakan jika euro lagi-lagi melemah terhadap dolar. Hal tersebut dipengaruhi oleh inflasi Jerman yang terpantau meningkat. "Dan pengaruhnya juga masih ragunya para investor terkait dengan pemerintah Yunani apakah bisa melakukan pengetatan anggaran," tandasnya.
(Widi Agustian)