SEMARANG - Pengembang di Semarang menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. 
Pasal tersebut membatasi pembangunan perumahan dengan luas minimal 36 meter persegi. Diharapkan dengan pembatalan tersebut masyarakat berpenghasilan rendah bisa memiliki rumah sesuai kemampuan ekonominya.
Wakil Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Jateng Bidang Promosi, Humas dan Publikasi Dibya Kusuma Hidayat mengatakan, putusan tersebut diharapkan akan semakin menggairahkan pembangunan rumah sederhana, termasuk di Jawa Tengah.
"REI memang belum memberikan pernyataan resmi menanggapi putusan MK ini. Namun kami di Jawa Tengah merasa sangat senang, karena range rumah yang disubsidi akan semakin besar," ujar Dibya.
Dirinya menambahkan, REI juga belum menetapkan harga yang layak untuk rumah tipe 21. Namun diperkirakan, harga yang pantas berkisar antara Rp60 juta-Rp70 juta.
“Belum ada ketetapan yang pasti. Putusannya pun kan baru hari Kamis yang lalu. Meski demikian kami sangat berharap peraturannya dibuat lebih rapi dan dilaksanakan dengan hati-hati, jangan sampai ada kisruh di kemudian hari. Juga jangan sampai mengganggu FLPP yang sudah berjalan saat ini," imbuhnya.
Dalam peraturan ditetapkan, harga rumah tipe 36 yang mendapat subsidi FLPP adalah Rp88 juta. Berdasarkan perhitungan pengembang, harga tersebut hanya bisa dinikmati oleh masyarakat yang memiliki penghasilan minimal Rp2,1 juta per bulan.
Selain itu, dengan pencabutan tersebut maka para pengembang bisa kembali produktif dalam membangun perumahan. Target selanjutnya dari para pengembang adalah mengejar angka backlog. Sebelumnya angka backlog dipastikan terus bertambah karena pembangunan rumah sederhana yang sempat terhenti di awal 2012 ini.
"Kalau aturannya sudah jelas, kami akan segera kembali membangun rumah sederhana. Target kami jelas, yaitu mengejar angka backlog yang sempat meningkat di awal tahun ini," ujar Dibya.
(Nur Januarita Benu)