Tahun lalu, arus modal keluar negara berkembang, akibat perkiraan bahwa AS akan mengerem program pembelian obligasi, membawa dampak buruk bagi Indonesia. Bambang melihat Indonesia kini lebih siap, namun bagaimanapun defisit transaksi berjalan mesti ditekan. Meski demikian, ia mengaku bakal mempertimbangkan mengubah asumsi kurs rupiah-dolar untuk APBN 2015, dari Rp11.900 saat ini menjadi Rp12.000.
Bambang juga memandang Bank Indonesia (BI) telah mengambil tindakan untuk menjaga stabilitas ekonomi, dengan menaikkan suku bunga acuan pada hari yang sama dengan kenaikan harga BBM. BI “mencoba agar tidak tertinggal” dari kurva inflasi, ucapnya.
“Yang kami harapkan dari BI adalah mereka selalu mempertahankan fundamental riil ekonomi,” kata Bambang. “Tanpa perbaikan fundamental, rupiah akan sulit menguat” saat bank sentral AS menaikkan suku bunga.
Demi mengurangi paparan terhadap arus modal keluar, Bambang ingin jumlah obligasi yang dipegang asing berkurang dari hampir 40 persen saat ini menjadi di bawah 30 persen. Level semacam itu akan “lebih nyaman,” pungkasnya. (Oleh Ben Otto, I Made Sentana, dan Matt Murray)
Artikel ini pertama kali terbit di Wallstreet Journal Indonesia.
(Widi Agustian)